Oleh Suparlan *)
Success requires more than IQ (intelligence quotient), which has tended to be the traditional measure of intelligence, ignoring essential behavioral and character elements (Daniel Goleman)
Character education is the deliberate effort to cultivate virtue – that is objectively good human qualities that are good for the individual person and good for the whole society (Thomas Lickona)
Dengan melalui e-mail, beberapa mailister telah mengadakan semacam diskusi hangat tentang multiple intelligence (MI), intelligence quotient (IQ),
sampai dengan kaitannya prediksi keberhasilan seseorang dalam
kehidupan. Bahkan, sampai juga mendekati konsep pendidikan karakter,
yang sekarang ini sedang menjadi primadona kebijakan pendidikan. Tulisan
singkat ini dimaksudkan untuk sekedar nimbrung kepada teman-teman
mailister itu. Siapa tahu, tulisan ini dapat ikut memberikan pemahaman
tentang materi yang banyak ditanyakan itu.
Multiple Intelligences
Multiple intelligence pertama kali diperkenalkan oleh Howard Gardner dalam bukunya bertajuk Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligences.
Ketika pertama kali terbit pada tahun 1985, Howard Gardner, dosen
Universitas Harvard, menjelaskan dalam bukunya itu tujuh tipe
kecerdasan, yang untuk memudahkan disingkat SLIM BIL, yaitu (1)
spasial-ruang, (2) linguistik, (3) interpersonal, (4) musik, (5)
badaniah-kinestetik, (6) intrapersonal, dan (7) logis-matematis.
Perkembangan selanjutnya, tujuh tipe kecerdasan tersebut, oleh karena
perkembangan sosial budaya masyarakat, dapat dibedakan menjadi delapan
kecerdasan dan kemudian menjadi sembilan kecerdasan, yaitu (8)
naturalis, dan (9) eksistensialis.
Pancasila dan Tujuan Negara dalam UUD 1945
Kelahiran istilah kecerdasan ini telah membuat kebanggaan sendiri
bagi kita. Mengapa? Karena istilah kecerdasan ini telah lama digunakan
oleh para pendiri bangsa dan negara Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945,
para pendiri negara itu telah merumuskan Pancasila dan tujuan negara.
Itulah sebabnya, maka Pancasila dan UUD 145 kita kenal mengandung
nilai-nilai luhur bangsa. Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945
terdapat rumusan tujuan ketiga dari empat tujuan negara yang telah
didirikan itu adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Rumusan itu sama
sekali tidak menggunakan istilah “pintar”, atau “pandai”, atau istilah
lain, melainkan istilah “cerdas”. Maknanya, kita tidak hanya ingin
bangsa kita menjadi bangsa yang pandai, atau pintar, tetapi kita ingin
menjadi bangsa yang cerdas, yakni cerdas dalam tujuh atau ke sembilan
tipe kecerdasan menurut Howard Gardner tersebut.
Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual
Perkembangan selanjutnya, kecerdasan ganda tersebut dapat dibedakan
menjadi empat kecerdasan, yaitu (1) kecerdasan intelektual, (2)
kecerdasan emosional, dan (3) kecerdasan spiritual. Keseluruhan
kecerdasan tersebut kemudian dikenal dengan kecerdasan komprehensif,
yang tidak hanya mementingkan salah satu dari semua tipe kecerdasan
tersebut, tetapi memandang keseluruhan kecerdasan tersebut sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kecerdasan komprehensif ini telah
dirumuskan menjadi visi dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Selama ini, kecerdasan intelektual telah memiliki alat ukur dengan tes yang sudah baku yang dinamakan intelligence quotient
(IQ), yakni perbandingan antara kecerdasan yang dimiliki seseorang
dengan kecerdasan menurut umur. Angka hasil perbandingan tersebut
menunjukkan tingkat kecerdasan intelektual seseorang, apakah ia termasuk
idiot ataukah genius.
Dengan mengikuti konsep IQ untuk kecerdasan intelektual tersebut,
maka kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual juga dikembangkan
dengan model Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ), sebagaimana yang dikembangkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya bertajuk “Emotional Intelligence” yang
terbit pada tahun 1995. Namun, perlu diakui bahwa dibandingkan tes IQ
yang sudah lama dikembangkan, sebenarnya tes EQ dan SQ belum sepenuhnya
memiliki tes yang baku sebagaimana IQ. Singkat kata, tes EQ dan tes SQ
sebenarnya belum ada. Yang telah dikembangkan Daniel Goleman adalah
berupa analisis ranah atau domain emotional intelligence (EI) dan spiritual intelligence (SI). Sebagai contoh, Daniel Goleman menyatakan bahwa Emotional Intelligence (EI) memiliti 5 (lima) ranah sebagai berikut:
- Knowing your emotions;
- Managing your own emotions;
- Motivating yourself;
- Recognizing and understanding other people’s emotions;
- Managing relationships, ie., managing the emotions of others.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa EQ untuk Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence) dan SQ untuk Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) sebenarnya belum ada, atau belum dikembangkan sebagaimana yang terdapat dalam IQ untuk Kecerdasan Intelektual (Intellectual Intelligence)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dalam Kehidupan
Tidak ada satu faktor pun yang 100% dapat menentukan keberhasilan
seseorang dalam kehidupan. Oleh karena itu, IQ seseorang pun tidak akan
100% dapat menentukan keber-hasilan seseorang dalam kehidupan itu. Semua
faktor akan dapat mempengaruhi keberha-silan kehidupan seseorang. Hanya
Tuhan Yang Maha Kuasalah yang menjadi satu-satunya faktor yang dapat
menentukan keberhasilan seseorang. Faktor yang lain hanyalah dapat
mempengaruhi, dan sama sekali tidak menentukan, termasuk IQ, kecerdasan
emosional, dan kecerdasan spiritual seseorang.
Penegasan Daniel Goleman yang menyatakan bahwa 20% keberhasilan
manusia dalam kehidupannya ditentukan oleh IQ dan selebihnya (80%)
ditentukan oleh kecerdasan emosional dan spiritualnya lebih merupakan
kesimpulan akademis yang memiliki kebenaran ilmiah, tetapi perlu
diadakan kajian secara faktual operasional lebih lanjut.
Dalam hal ini, penulis setuju dengan pendapatnya yang menyatakan bahwa ”success
requires more than IQ (intelligence quotient), which has tended to be
the traditional measure of intelligence, ignoring essential behavioral
and character elements” Maknanya, keberhasilan seseorang tidak
semata-mata ditentukan oleh hasil tes IQ, antara lain karena tes IQ
cenderung tidak atau kurang memperhatikan aspek-aspek yang terkait
dengan tingkah laku dan karakter. Tes IQ memang dimaksudkan memang untuk
mengukur kecerdasan intelektual saja. Oleh karena itu, untuk mengukur
tipe kecerdasan yang lain, seharusnya kita mengembangkan tes yang lain.
Idealnya, semua tipe kecerdasan menurut Howard Gardner memerlukan alat
ukur sendiri-sendiri. Inilah tantangan masa depan bagi para ahli
pengukuran dalam bidang keahlian masing-masing, termasuk proses
pengukuran hasil belajar peserta didik (student achievement)
Jika dikaitkan antara tes IQ dan tes UN, maka keduanya memang berbeda
dalam hal tujuannya. Apakah kedua tes itu juga ikut menentukan
keberhasilan seseorang dalam kehidupan? Keduanya dapat menjadi
prediktor, yakni untuk memprediksi keberha-silan seseorang dalam
kehidupan, yang tentu saja dengan tingkat prediksi yang berbeda pula.
Untuk ini, perlu penelitian yang panjang untuk menentukan tes yang mana
yang memiliki tingkat prediksi yang paling tinggi.
Pengembangan tes-tes apa pun namanya, sesungguhnya memang merupakan
upaya sadar dan terencana untuk memprediksi secara lebih dini kecerdasan
manusia dalam pengertian yang luas, bukan hanya kecerdasan intelektual
menurut konsep Howard Gardner, dan pada gilirannya dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam mengarungi samudera
kehidupannya.
Hal yang sama, juga pembangunan pendidikan, ataupun juga dengan
pelaksanaan program pendidikan karakter yang sekarang ini sedang
digalakkan kembali memulihkan (recovery) kehidupan bangsa. Baiklah kita kutip pengertian pendidikan dan pendidikan karakter sebagai berikut:
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, AKHLAK MULIA,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”
Sedang pengertian pendidikan karakter menurut Thomas Lickona juga
mempunyai nada dan makna yang kurang lebih sama, yakni sebagai upaya
sadar dan terencana, sebagai berikut: ”Character education is the
deliberate effort to cultivate virtue – that is objectively good human
qualities that are good for the individual person and good for the whole
society”. Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa “pendidikan
karakter adalah upaya sadar untuk memupuk kebajikan, yaitu yang secara
obyektif sebagai manusia yang paripurna, baik untuk kehidupan indvidual
maupun untuk kehidupan masyarakat secara keseluruhan”.
Akhir Kata
Diskusi dan telaah panjang lebar tentang multiple intelligence (MI), intelligence quotient
(IQ), bahkan tentang pendidikan karakter memang perlu dilakukan sampai
dengan tataran pemahaman konsep sebagai proses olah pikir. Namun, itu
semua belumlah cukup. Proses itu harus memberikan kesadaran kepada kita
bahwa pengembangan konsep itu merupakan satu kebajikan yang dapat
mencerahkan hati dan penghayatan kita, untuk selanjutnya terus
dikembangkan menjadi program dan kegiatan operasional yang harus kita
terapkan dan laksanakan.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut