Senin, 12 Januari 2015

PEDANG ORGANISASI

JANUARI 2015.

Jika boleh jujur saya tidak ingin terjun kesana karena saya tahu mungkin itu bukanlah urusan saya. namun, apalah daya ketika sebagian besar ingin saya terus untuk melanjutkan perjuangan. ketika saya ingin menjadi penonton ada rasa kesal ketika para pemain inti tidak memberikan usaha yang maksimal.
ditambah tuntutan dari pihak pihak tertentu yang terus berbagi dan berharap saya bergerak.
pihak pihak tertentu itu bukanlah orang yang saya anggap biasa akan tetapi status mereka saja di atas mahasiswa.
berharap akan ada regenerasi secepatnya.

Dalam dunia organisasi ada hal yang mesti kita ketahui, bahwa organisasi bukan hanyalah sebagai Event Oraganizer saja akan tetapi organisasi adalah pengawal kebijakan.
makna pengawal kebijakan disini bukanlah sebagai sok pahlawan, menghambat kemajuan, ataupun sebagai jagoan. akan tetapi ini adalah sebuah gerakan yang mampu menjaga kita tetap ada pada jalur yang benar berdasarkan landasan yang ada sehingga pejabat di atas tetap memajukan perahunya tanpa merugikan pihak lain karena melupakan dasar-dasar yang ada.
namun, menjadi pengawal kebijakan juga banyak mendapatkan resiko. mungkin dan mungkin akan banyak mangalami kesulitan nanti.
kolaborasi yang indah yaitu kita mampu menjadi event oraganizer namun kita tetap berani menjaga kebijakan.
memberikan pemikiran sebagai solusi atas permasalahan permasalahan yang mencuat sehingga perahu akan tetap maju tanpa mengalami gesekan yang salah.

kolaborasi yang indah antara pemimpin yang mengawal kebijakan dan event organizer adalah seperti Bang Riyan (Ketua SEMA FTK/ Gubernur FTK) dan Bang Mutoi (Wakil Ketua SEMA FTK/ Gubernur FTK).
Bang Riyan sosok yang idealisnya dikolaborasi dalam keberanian sehingga mengawal kebijakan adalah hal yang mengasyikkan ketika saya bersama beliau. begitu  Bang Mutoi juga seperti yang disampaikan oleh Bang Riyan adalah seorang yang memberikan konstribusi yang mantap dalam pengadaan kegiatan FTK.

Lantas perbedaan seperti di atas mesti akan menjadi kolaborasi yang baik bukan justru menjadi GAP di antara pemimpin.

Berharap kedepan akan terus ada kolaborasi yang lebih baik lagi baik dalam pemimpin tingkat institut ataupun Ketua HMJ sekalipun.

Perbedaan Tersebut laksana Pedang. Mampu menjadi senjata jika dimanfaatkan dengan baik atau justru alat bunuh diri jika salah dalam menggunakannya.

BELI RIYADI

Rabu, 03 Desember 2014

RESIKO MASA LALU


Apapun yang telah terjadi maka telah terjadi,
Saya mengakui itu adalah kesalahan saya,
Saya paham bagaimana penilaian publik atas segala kesalahan yang terjadi.
Namun, apapun itu adalah RESIKO MASA LALU yang saya hadapi dengan senyuman, sebab resiko itu sudah saya anggap sebagai pertanggungjawaban atas kesalahan itu. saya berharap Sang Maha Kuasa membukakan jalan dan saya tahu hanya Dia_lah yang pantas menilai dan saya harapkan nilaiNya serta kasih sayangNya.
toh... waktu akan semakin berlalu dan roda kehidupan selalu berputar

Mohon maaf untuk semua pihak atas segala kesalahan.
Astaghfirullah . . .

Terima kasih.

Senin, 23 Desember 2013

:-D

Jadikan kekalahan itu sebagai pengalaman dan pelajaran Bel :-D

NOT TRIAL AND ERROR, BUT TRIAL AND LEARN !!!

(Terima kasih Syiffa dan Rahmat untuk patner debat hari ini)

Sabtu, 21 Desember 2013

Dari Multiple Intellegence (MI), Intellegence Quotient (IQ), Sampai dengan Pendidikan Karakter.

Oleh Suparlan *)

Success requires more than IQ (intelligence quotient), which has tended to be the traditional measure of intelligence, ignoring essential behavioral and character elements (Daniel Goleman)
Character education is the deliberate effort to cultivate virtue – that is objectively good human qualities that are good for the individual person and good for the whole society (Thomas Lickona)
Dengan melalui e-mail, beberapa mailister telah mengadakan semacam diskusi hangat tentang multiple intelligence (MI), intelligence quotient (IQ), sampai dengan kaitannya prediksi keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Bahkan, sampai juga mendekati konsep pendidikan karakter, yang sekarang ini sedang menjadi primadona kebijakan pendidikan. Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk sekedar nimbrung kepada teman-teman mailister itu. Siapa tahu, tulisan ini dapat ikut memberikan pemahaman tentang materi yang banyak ditanyakan itu.
Multiple Intelligences
Multiple intelligence pertama kali diperkenalkan oleh Howard Gardner dalam bukunya bertajuk Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Ketika pertama kali terbit pada tahun 1985, Howard Gardner, dosen Universitas Harvard, menjelaskan dalam bukunya itu tujuh tipe kecerdasan, yang untuk memudahkan disingkat SLIM BIL, yaitu (1) spasial-ruang, (2) linguistik, (3) interpersonal, (4) musik, (5) badaniah-kinestetik, (6) intrapersonal, dan (7) logis-matematis. Perkembangan selanjutnya, tujuh tipe kecerdasan tersebut, oleh karena perkembangan sosial budaya masyarakat, dapat dibedakan menjadi delapan kecerdasan dan kemudian menjadi sembilan kecerdasan, yaitu (8) naturalis, dan (9) eksistensialis.
Pancasila dan Tujuan Negara dalam UUD 1945
Kelahiran istilah kecerdasan ini telah membuat kebanggaan sendiri bagi kita. Mengapa? Karena istilah kecerdasan ini telah lama digunakan oleh para pendiri bangsa dan negara Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945, para pendiri negara itu telah merumuskan Pancasila dan tujuan negara. Itulah sebabnya, maka Pancasila dan UUD 145 kita kenal mengandung nilai-nilai luhur bangsa. Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan tujuan ketiga dari empat tujuan negara yang telah didirikan itu adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Rumusan itu sama sekali tidak menggunakan istilah “pintar”, atau “pandai”, atau istilah lain, melainkan istilah “cerdas”. Maknanya, kita tidak hanya ingin bangsa kita menjadi bangsa yang pandai, atau pintar, tetapi kita ingin menjadi bangsa yang cerdas, yakni cerdas dalam tujuh atau ke sembilan tipe kecerdasan menurut Howard Gardner tersebut.
Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual
Perkembangan selanjutnya, kecerdasan ganda tersebut dapat dibedakan menjadi empat kecerdasan, yaitu (1) kecerdasan intelektual, (2) kecerdasan emosional, dan (3) kecerdasan spiritual. Keseluruhan kecerdasan tersebut kemudian dikenal dengan kecerdasan komprehensif, yang tidak hanya mementingkan salah satu dari semua tipe kecerdasan tersebut, tetapi memandang keseluruhan kecerdasan tersebut sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kecerdasan komprehensif ini telah dirumuskan menjadi visi dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Selama ini, kecerdasan intelektual telah memiliki alat ukur dengan tes yang sudah baku yang dinamakan intelligence quotient (IQ), yakni perbandingan antara kecerdasan yang dimiliki seseorang dengan kecerdasan menurut umur. Angka hasil perbandingan tersebut menunjukkan tingkat kecerdasan intelektual seseorang, apakah ia termasuk idiot ataukah genius.
Dengan mengikuti konsep IQ untuk kecerdasan intelektual tersebut, maka kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual juga dikembangkan dengan model Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ), sebagaimana yang dikembangkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya bertajuk “Emotional Intelligence” yang terbit pada tahun 1995. Namun, perlu diakui bahwa dibandingkan tes IQ yang sudah lama dikembangkan, sebenarnya tes EQ dan SQ belum sepenuhnya memiliki tes yang baku sebagaimana IQ. Singkat kata, tes EQ dan tes SQ sebenarnya belum ada. Yang telah dikembangkan Daniel Goleman adalah berupa analisis ranah atau domain emotional intelligence (EI) dan spiritual intelligence (SI). Sebagai contoh, Daniel Goleman menyatakan bahwa Emotional Intelligence (EI) memiliti 5 (lima) ranah sebagai berikut:
  1. Knowing your emotions;
  2. Managing your own emotions;
  3. Motivating yourself;
  4. Recognizing and understanding other people’s emotions;
  5. Managing relationships, ie., managing the emotions of others.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa EQ untuk Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence) dan SQ untuk Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) sebenarnya belum ada, atau belum dikembangkan sebagaimana yang terdapat dalam IQ untuk Kecerdasan Intelektual (Intellectual Intelligence)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dalam Kehidupan
Tidak ada satu faktor pun yang 100% dapat menentukan keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Oleh karena itu, IQ seseorang pun tidak akan 100% dapat menentukan keber-hasilan seseorang dalam kehidupan itu. Semua faktor akan dapat mempengaruhi keberha-silan kehidupan seseorang. Hanya Tuhan Yang Maha Kuasalah yang menjadi satu-satunya faktor yang dapat menentukan keberhasilan seseorang. Faktor yang lain hanyalah dapat mempengaruhi, dan sama sekali tidak menentukan, termasuk IQ, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual seseorang.
Penegasan Daniel Goleman yang menyatakan bahwa 20% keberhasilan manusia dalam kehidupannya ditentukan oleh IQ dan selebihnya (80%) ditentukan oleh kecerdasan emosional dan spiritualnya lebih merupakan kesimpulan akademis yang memiliki kebenaran ilmiah, tetapi perlu diadakan kajian secara faktual operasional lebih lanjut.
Dalam hal ini, penulis setuju dengan pendapatnya yang menyatakan bahwa ”success requires more than IQ (intelligence quotient), which has tended to be the traditional measure of intelligence, ignoring essential behavioral and character elements” Maknanya, keberhasilan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh hasil tes IQ, antara lain karena tes IQ cenderung tidak atau kurang memperhatikan aspek-aspek yang terkait dengan tingkah laku dan karakter. Tes IQ memang dimaksudkan memang untuk mengukur kecerdasan intelektual saja. Oleh karena itu, untuk mengukur tipe kecerdasan yang lain, seharusnya kita mengembangkan tes yang lain. Idealnya, semua tipe kecerdasan menurut Howard Gardner memerlukan alat ukur sendiri-sendiri. Inilah tantangan masa depan bagi para ahli pengukuran dalam bidang keahlian masing-masing, termasuk proses pengukuran hasil belajar peserta didik (student achievement)  Jika dikaitkan antara tes IQ dan tes UN, maka keduanya memang berbeda dalam hal tujuannya. Apakah kedua tes itu juga ikut menentukan keberhasilan seseorang dalam kehidupan? Keduanya dapat menjadi prediktor, yakni untuk memprediksi keberha-silan seseorang dalam kehidupan, yang tentu saja dengan tingkat prediksi yang berbeda pula. Untuk ini, perlu penelitian yang panjang untuk menentukan tes yang mana yang memiliki tingkat prediksi yang paling tinggi.
Pengembangan tes-tes apa pun namanya, sesungguhnya memang merupakan upaya sadar dan terencana untuk memprediksi secara lebih dini kecerdasan manusia dalam pengertian yang luas, bukan hanya kecerdasan intelektual menurut konsep Howard Gardner, dan pada gilirannya dapat digunakan untuk memprediksi pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam mengarungi samudera kehidupannya.
Hal yang sama, juga pembangunan pendidikan, ataupun juga dengan pelaksanaan program pendidikan karakter yang sekarang ini sedang digalakkan kembali memulihkan (recovery) kehidupan bangsa. Baiklah kita kutip pengertian pendidikan dan pendidikan karakter sebagai berikut:
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, AKHLAK MULIA, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”
Sedang pengertian pendidikan karakter menurut Thomas Lickona juga mempunyai nada dan makna yang kurang lebih sama, yakni sebagai upaya sadar dan terencana, sebagai berikut: ”Character education is the deliberate effort to cultivate virtue – that is objectively good human qualities that are good for the individual person and good for the whole society”. Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa “pendidikan karakter adalah upaya sadar untuk memupuk kebajikan, yaitu yang secara obyektif sebagai manusia yang paripurna, baik untuk kehidupan indvidual maupun untuk kehidupan masyarakat secara keseluruhan”.

Akhir Kata
Diskusi dan telaah panjang lebar tentang multiple intelligence (MI), intelligence quotient (IQ), bahkan tentang pendidikan karakter memang perlu dilakukan sampai dengan tataran pemahaman konsep sebagai proses olah pikir. Namun, itu semua belumlah cukup. Proses itu harus memberikan kesadaran kepada kita bahwa pengembangan konsep itu merupakan satu kebajikan yang dapat mencerahkan hati dan penghayatan kita, untuk selanjutnya terus dikembangkan menjadi program dan kegiatan operasional yang harus kita terapkan dan laksanakan.

Kamis, 19 Desember 2013

STRUKTUR PIDATO (Bahan Lomba Tarbiyah Fair IAIN RI LAMPUNG)

STRUKTUR PIDATO
  1. SALAM PEMBUKA
  2. PEMBUKA PIDATO
  3. PEMBAHASAN ISI PIDATO
  4. PENUTUP PIDATO
  5. SALAM PENUTUP

Mari kita bahas satu persatu struktur pidato di atas..

SALAM PEMBUKA PIDATO


Salam pembuka pidato seharusnya disesuaikan dengan audiens / hadirin. Jika para hadirin adalah orang Islam saja, alangkah baiknya jika salam pembuka harus menggunakan "Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarokaatuh."

Begitu juga jika hadirin adalah orang Kristen, Hindu, Budha, dan agama lainnya, salam pembuka mengikuti sapaan umum menurut agama masing-masing. Namun jika para hadirin adalah sekumpulan manusia yang berbeda-beda dengan agama yang berbeda beda, kita boleh saja mengucapkan salam pembuka dengan menyebutkan semua sapaan tiap-tiap agama, atau bisa juga diganti dengan "Selamat Pagi, Selamat Siang, Selamat Malam" untuk mempermudah saja.

Umumnya, setelah kita mengucapkan salam pembuka, ada sapaan khusus kepada beberapa hadirin. Sapaan tersebut biasanya diurutkan kepada orang-orang tertentu dengan diawali sapaan kepada yang lebih tinggi derjatnya. Misalnya, "Yang terhormat Bpk Presiden, Yang terhormat Bpk Wakil Presiden, Yang terhormat Bpk Menteri.. " dan lain sebagainya.

PEMBUKA PIDATO


Setelah mengucapkan salam, struktur pidato kemudian dilanjutkan dengan mengutarakan "Pembuka Pidato". Pembuka pidato biasanya berisi Ucapan Puji Syukur kepada Tuhan serta menyebutkan sedikit tentang isi pidato.

PEMBAHASAN ISI PIDATO


Pembahasan isi pidato adalah penjabaran secara menyeluruh tentang tema pidato. Alangkah baiknya jika pembahasan ini bersifat ilmiah sehingga isi pidato bisa meyakinkan hadirin. Terlebih lagi jika isi pidato bisa membangkitkan dan menggugah semangat para hadirin. Jangan sampai isi pidato menjadi kurang menarik karena terkesan terlalu sering dibicarakan, cobalah membahas pidato yang belum pernah diungkapkan sebelumnya.

PENUTUP PIDATO


Penutup pidato umumnya terdiri atas dua bagian, yaitu : simpulan dan harapan. Penutup pidato yang baik haruslah mencakup kesimpulan. Simpulan bisa diungkapkan secara singkat, jelas dan padat atau bisa juga dilemparkan kepada hadirin untuk menyimpulkannya sendiri.

struktur pidatoSetelah mengutarakan kesimpulan, penutup pidato juga biasa berisi harapan. Harapan yang diungkapkan haruslah hal-hal positif yang berhubungan dengan pidato.

SALAM PENUTUP


Struktur pidato paling akhir adalah salam penutup. Salam penutup pada umumnya diikuti dengan ucapan terima kasih, permintaan maaf, lalu diakhiri dengan salam penutup.

Demikianlah, penjelasan sederhana mengenai struktur pidato bahasa Indonesia yang baik. jika ada kekurangjelasan mengenai struktur pidato ini, mari kita sama-sama berdiskusi melalui kotak komentar di bawah, ok.  
Struktur Teks Pidato

1. Pembukaan
Pembukaan teks pidato berisi:
a. Salam pembuka
Contoh:
Assalammualaikum warahmatullaahi wa barakatuh, salam sejahtera bagi kita semua.
b. Ucapan penghormatan
Ucapan penghormatan, biasanya dimulai dari penghormatan terhadap seseorang yang dianggap paling penting.
Contoh :
Yang saya hormati Bapak Kepala Sekolah
Yang saya hormati Bapak/Ibu guru.
Yang saya hormati para tamu undangan,
Yang berbahagia teman-teman kelas IX
Adik-adik kelas VII dan VIII yang saya cintai dan saya banggakan.
c. Ucapan syukur
Ucapan syukur kepada Tuhan atas limpahan rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada kita semua.
Contoh:
"Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena sampai pada detik ini kita masih diberi nikmat yang tiada tara. Salah satu nikmat itu adalah nikmat sehat dan nikmat sempat sehingga kita semua dapat hadir di sini dalam keadaan sehat wal afiat tidak
kurang suatu apapun.

2. Isi Pidato
Bagian isi adalah bagian inti dari suatu pidato. Pada bagian ini, paparan dari pembicara menduduki persentase yang paling banyak. Pembicara akan menguraikan secara rinci dan panjang lebar inti materi yang akan disampaikan kepada hadirin. Agar isi pidato dapat dengan mudah ditangkap isinya oleh pendengar, pembicara dapat menggunakan penanda, "pertama.... , " "kedua .....", ketiga ....." dan seterusnya. Penanda-penanda seperti itu juga akan memudahkan penulis dalam menyusun gagasan teks pidato.

3. Penutup Pidato
Penutup pidato yang baik akan menimbulkan rasa simpati dari pendengar. Penutup pidato dapat diisi dengan:
a. Simpulan pendek dari uraian sebelumnya.
b. Permintaan maaf kepada hadirin atas kekhilafan dan kesalahan yang mungkin terjadi, baik disengaja maupun yang tidak disengaja.
c. Salam penutup.
Dalam penutup dapat juga diisi dengan mengutip pendapat atau katakata
mutiara dari tokoh-tokoh besar, atau pantun yang sesuai dengan
situasi saat itu.

Kamis, 12 Desember 2013

PERJALANAN KURIKULUM INDONESIA

Modal debat mahasiswa  BELI RIYADI Desember 2013 pada FT IAIN Raden Intan Lampung,


Perubahan Kurikulum Pendidikan dari Masa ke Masa


Kurikulum Pendidikan dari Masa ke Masa – Panutan.com. Dalam dunia pedidikan pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah Kurikulum Pendidikan. Pada dasarnya tujuan dari pembentukan kurikulum pendidikan adalah tujuan setiap program pendidikan yang diberikan kepada anak didik, Karena kurikulum merupakan alat antuk mencapai tujuan, maka kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Dalam sistem pendidikan di Indonesia tujuan pendidikan bersumber kepada falsafah Bangsa Indonesia. Dan dari masa  ke masa dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa kurikulum, mulai dari kurikulum 1947 sampai dengan sekarang kurikulum 2013.
Dan pada kesempatan kali ini, saya akan membahas apa saja kurikulum pendidikan yang sudah di gunakan atau di laksanakan mulai  dari tahun 1947 sampai 2013 ini. Berikut ini sejarah perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia sejak masa awal kemerdekaan tahun 1947 hingga Kurikulum 2006 yang biasa disebut sebagai KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), sebelum akhirnya diubah dengan Kurikulum 2013.

 Kurikulum  1947 atau disebut rentjana pelajaran 1947
Kurikulum yang lahir pada masa kenerdekaan ini memakai istilah bahasa belanda leerpian artinya rencana pelajaran. Istilah itu lebih populer dibanding istilah curriculum (bahasa inggris).karena masih dalam suasana perjuangan,pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran di hubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Paling menonjol sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini, yang setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas seorang Guru mengajar satu mata pelajaran.

Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964.
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana pendidikan 1964. Ciri-ciri kurikulum ini, pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademi untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani .

Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama. Beberapa mata pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial. Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
 
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada Kurikulum 1975 guru dibuat sibuk dengan berbagai catatan kegiatan belajar mengajar.
 
Kurikulum 1984
Kurikulum ini mengusung pendekatan proses keahlian. meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ). Hehehhe… kalo dulu sering orang memplesetkannya jadi Catat Buku Sampai Abis.
Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
 
 
Tahun 2004 – Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi yang harus dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme Pendidikan, Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh keputusan/Peraturan Mentri Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan Kurikulum sebelumnya baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan jumlah jam pelajaran dan durasi tiap jam pelajarannya.
Berdasarkan hal tersebut pemerintah baru menguji cobakan KBK di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa saja. Hasilnya kurang memuaskan. Maka sebagian pakar pendidikan menganggap bahwa pada tahun 2004 tidak terjadi perubahan kurikulum, yang ada adalah Uji Coba Kurikulum di sebagian sekolah yang disebut dengan KBK untuk kemudian disempurnakan pada tahun 2006.
 
Tahun 2006 – Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol pada Kurikulum ini adalah lebih konstruktif sehingga guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
 
Kurikulum 2013
Kuriulum baru yang akan diterapkan pada tahun 2013 tahun ajaran baru. Pada Kurikulum 2013 ini, terdapat sembilan sistem penilaian, yaitu penilaian diri, ulangan harian, ujian tengah semester, ujian sekolah, ujian nasional, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, penilaian proyek dan penilaian autentik. Sembilan sistem penilaian itu dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Sistem Penilaian Pendidikan. Penilaian diri, dilakukan oleh masing-masing siswa dengan mengamati kemampuan sendiri. Ulangan, beberapa ujian dan proyekbisa dilakukan secara tertulis atau dinilai dengan angka. “Sembilan sistem penilaian berdasarkan Permendikbud, mengisyaratkan ujian tengah semester, ujian sekolah dan ujian nasional masih ada dalam Kurikulum 2013.Sistem penilaian itu berlaku bagi semua jenjang sekolah percontohan.”