Senin, 23 Desember 2013

:-D

Jadikan kekalahan itu sebagai pengalaman dan pelajaran Bel :-D

NOT TRIAL AND ERROR, BUT TRIAL AND LEARN !!!

(Terima kasih Syiffa dan Rahmat untuk patner debat hari ini)

Sabtu, 21 Desember 2013

Dari Multiple Intellegence (MI), Intellegence Quotient (IQ), Sampai dengan Pendidikan Karakter.

Oleh Suparlan *)

Success requires more than IQ (intelligence quotient), which has tended to be the traditional measure of intelligence, ignoring essential behavioral and character elements (Daniel Goleman)
Character education is the deliberate effort to cultivate virtue – that is objectively good human qualities that are good for the individual person and good for the whole society (Thomas Lickona)
Dengan melalui e-mail, beberapa mailister telah mengadakan semacam diskusi hangat tentang multiple intelligence (MI), intelligence quotient (IQ), sampai dengan kaitannya prediksi keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Bahkan, sampai juga mendekati konsep pendidikan karakter, yang sekarang ini sedang menjadi primadona kebijakan pendidikan. Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk sekedar nimbrung kepada teman-teman mailister itu. Siapa tahu, tulisan ini dapat ikut memberikan pemahaman tentang materi yang banyak ditanyakan itu.
Multiple Intelligences
Multiple intelligence pertama kali diperkenalkan oleh Howard Gardner dalam bukunya bertajuk Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Ketika pertama kali terbit pada tahun 1985, Howard Gardner, dosen Universitas Harvard, menjelaskan dalam bukunya itu tujuh tipe kecerdasan, yang untuk memudahkan disingkat SLIM BIL, yaitu (1) spasial-ruang, (2) linguistik, (3) interpersonal, (4) musik, (5) badaniah-kinestetik, (6) intrapersonal, dan (7) logis-matematis. Perkembangan selanjutnya, tujuh tipe kecerdasan tersebut, oleh karena perkembangan sosial budaya masyarakat, dapat dibedakan menjadi delapan kecerdasan dan kemudian menjadi sembilan kecerdasan, yaitu (8) naturalis, dan (9) eksistensialis.
Pancasila dan Tujuan Negara dalam UUD 1945
Kelahiran istilah kecerdasan ini telah membuat kebanggaan sendiri bagi kita. Mengapa? Karena istilah kecerdasan ini telah lama digunakan oleh para pendiri bangsa dan negara Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945, para pendiri negara itu telah merumuskan Pancasila dan tujuan negara. Itulah sebabnya, maka Pancasila dan UUD 145 kita kenal mengandung nilai-nilai luhur bangsa. Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan tujuan ketiga dari empat tujuan negara yang telah didirikan itu adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Rumusan itu sama sekali tidak menggunakan istilah “pintar”, atau “pandai”, atau istilah lain, melainkan istilah “cerdas”. Maknanya, kita tidak hanya ingin bangsa kita menjadi bangsa yang pandai, atau pintar, tetapi kita ingin menjadi bangsa yang cerdas, yakni cerdas dalam tujuh atau ke sembilan tipe kecerdasan menurut Howard Gardner tersebut.
Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual
Perkembangan selanjutnya, kecerdasan ganda tersebut dapat dibedakan menjadi empat kecerdasan, yaitu (1) kecerdasan intelektual, (2) kecerdasan emosional, dan (3) kecerdasan spiritual. Keseluruhan kecerdasan tersebut kemudian dikenal dengan kecerdasan komprehensif, yang tidak hanya mementingkan salah satu dari semua tipe kecerdasan tersebut, tetapi memandang keseluruhan kecerdasan tersebut sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kecerdasan komprehensif ini telah dirumuskan menjadi visi dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Selama ini, kecerdasan intelektual telah memiliki alat ukur dengan tes yang sudah baku yang dinamakan intelligence quotient (IQ), yakni perbandingan antara kecerdasan yang dimiliki seseorang dengan kecerdasan menurut umur. Angka hasil perbandingan tersebut menunjukkan tingkat kecerdasan intelektual seseorang, apakah ia termasuk idiot ataukah genius.
Dengan mengikuti konsep IQ untuk kecerdasan intelektual tersebut, maka kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual juga dikembangkan dengan model Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ), sebagaimana yang dikembangkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya bertajuk “Emotional Intelligence” yang terbit pada tahun 1995. Namun, perlu diakui bahwa dibandingkan tes IQ yang sudah lama dikembangkan, sebenarnya tes EQ dan SQ belum sepenuhnya memiliki tes yang baku sebagaimana IQ. Singkat kata, tes EQ dan tes SQ sebenarnya belum ada. Yang telah dikembangkan Daniel Goleman adalah berupa analisis ranah atau domain emotional intelligence (EI) dan spiritual intelligence (SI). Sebagai contoh, Daniel Goleman menyatakan bahwa Emotional Intelligence (EI) memiliti 5 (lima) ranah sebagai berikut:
  1. Knowing your emotions;
  2. Managing your own emotions;
  3. Motivating yourself;
  4. Recognizing and understanding other people’s emotions;
  5. Managing relationships, ie., managing the emotions of others.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa EQ untuk Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence) dan SQ untuk Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) sebenarnya belum ada, atau belum dikembangkan sebagaimana yang terdapat dalam IQ untuk Kecerdasan Intelektual (Intellectual Intelligence)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dalam Kehidupan
Tidak ada satu faktor pun yang 100% dapat menentukan keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Oleh karena itu, IQ seseorang pun tidak akan 100% dapat menentukan keber-hasilan seseorang dalam kehidupan itu. Semua faktor akan dapat mempengaruhi keberha-silan kehidupan seseorang. Hanya Tuhan Yang Maha Kuasalah yang menjadi satu-satunya faktor yang dapat menentukan keberhasilan seseorang. Faktor yang lain hanyalah dapat mempengaruhi, dan sama sekali tidak menentukan, termasuk IQ, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual seseorang.
Penegasan Daniel Goleman yang menyatakan bahwa 20% keberhasilan manusia dalam kehidupannya ditentukan oleh IQ dan selebihnya (80%) ditentukan oleh kecerdasan emosional dan spiritualnya lebih merupakan kesimpulan akademis yang memiliki kebenaran ilmiah, tetapi perlu diadakan kajian secara faktual operasional lebih lanjut.
Dalam hal ini, penulis setuju dengan pendapatnya yang menyatakan bahwa ”success requires more than IQ (intelligence quotient), which has tended to be the traditional measure of intelligence, ignoring essential behavioral and character elements” Maknanya, keberhasilan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh hasil tes IQ, antara lain karena tes IQ cenderung tidak atau kurang memperhatikan aspek-aspek yang terkait dengan tingkah laku dan karakter. Tes IQ memang dimaksudkan memang untuk mengukur kecerdasan intelektual saja. Oleh karena itu, untuk mengukur tipe kecerdasan yang lain, seharusnya kita mengembangkan tes yang lain. Idealnya, semua tipe kecerdasan menurut Howard Gardner memerlukan alat ukur sendiri-sendiri. Inilah tantangan masa depan bagi para ahli pengukuran dalam bidang keahlian masing-masing, termasuk proses pengukuran hasil belajar peserta didik (student achievement)  Jika dikaitkan antara tes IQ dan tes UN, maka keduanya memang berbeda dalam hal tujuannya. Apakah kedua tes itu juga ikut menentukan keberhasilan seseorang dalam kehidupan? Keduanya dapat menjadi prediktor, yakni untuk memprediksi keberha-silan seseorang dalam kehidupan, yang tentu saja dengan tingkat prediksi yang berbeda pula. Untuk ini, perlu penelitian yang panjang untuk menentukan tes yang mana yang memiliki tingkat prediksi yang paling tinggi.
Pengembangan tes-tes apa pun namanya, sesungguhnya memang merupakan upaya sadar dan terencana untuk memprediksi secara lebih dini kecerdasan manusia dalam pengertian yang luas, bukan hanya kecerdasan intelektual menurut konsep Howard Gardner, dan pada gilirannya dapat digunakan untuk memprediksi pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam mengarungi samudera kehidupannya.
Hal yang sama, juga pembangunan pendidikan, ataupun juga dengan pelaksanaan program pendidikan karakter yang sekarang ini sedang digalakkan kembali memulihkan (recovery) kehidupan bangsa. Baiklah kita kutip pengertian pendidikan dan pendidikan karakter sebagai berikut:
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, AKHLAK MULIA, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”
Sedang pengertian pendidikan karakter menurut Thomas Lickona juga mempunyai nada dan makna yang kurang lebih sama, yakni sebagai upaya sadar dan terencana, sebagai berikut: ”Character education is the deliberate effort to cultivate virtue – that is objectively good human qualities that are good for the individual person and good for the whole society”. Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa “pendidikan karakter adalah upaya sadar untuk memupuk kebajikan, yaitu yang secara obyektif sebagai manusia yang paripurna, baik untuk kehidupan indvidual maupun untuk kehidupan masyarakat secara keseluruhan”.

Akhir Kata
Diskusi dan telaah panjang lebar tentang multiple intelligence (MI), intelligence quotient (IQ), bahkan tentang pendidikan karakter memang perlu dilakukan sampai dengan tataran pemahaman konsep sebagai proses olah pikir. Namun, itu semua belumlah cukup. Proses itu harus memberikan kesadaran kepada kita bahwa pengembangan konsep itu merupakan satu kebajikan yang dapat mencerahkan hati dan penghayatan kita, untuk selanjutnya terus dikembangkan menjadi program dan kegiatan operasional yang harus kita terapkan dan laksanakan.

Kamis, 19 Desember 2013

STRUKTUR PIDATO (Bahan Lomba Tarbiyah Fair IAIN RI LAMPUNG)

STRUKTUR PIDATO
  1. SALAM PEMBUKA
  2. PEMBUKA PIDATO
  3. PEMBAHASAN ISI PIDATO
  4. PENUTUP PIDATO
  5. SALAM PENUTUP

Mari kita bahas satu persatu struktur pidato di atas..

SALAM PEMBUKA PIDATO


Salam pembuka pidato seharusnya disesuaikan dengan audiens / hadirin. Jika para hadirin adalah orang Islam saja, alangkah baiknya jika salam pembuka harus menggunakan "Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarokaatuh."

Begitu juga jika hadirin adalah orang Kristen, Hindu, Budha, dan agama lainnya, salam pembuka mengikuti sapaan umum menurut agama masing-masing. Namun jika para hadirin adalah sekumpulan manusia yang berbeda-beda dengan agama yang berbeda beda, kita boleh saja mengucapkan salam pembuka dengan menyebutkan semua sapaan tiap-tiap agama, atau bisa juga diganti dengan "Selamat Pagi, Selamat Siang, Selamat Malam" untuk mempermudah saja.

Umumnya, setelah kita mengucapkan salam pembuka, ada sapaan khusus kepada beberapa hadirin. Sapaan tersebut biasanya diurutkan kepada orang-orang tertentu dengan diawali sapaan kepada yang lebih tinggi derjatnya. Misalnya, "Yang terhormat Bpk Presiden, Yang terhormat Bpk Wakil Presiden, Yang terhormat Bpk Menteri.. " dan lain sebagainya.

PEMBUKA PIDATO


Setelah mengucapkan salam, struktur pidato kemudian dilanjutkan dengan mengutarakan "Pembuka Pidato". Pembuka pidato biasanya berisi Ucapan Puji Syukur kepada Tuhan serta menyebutkan sedikit tentang isi pidato.

PEMBAHASAN ISI PIDATO


Pembahasan isi pidato adalah penjabaran secara menyeluruh tentang tema pidato. Alangkah baiknya jika pembahasan ini bersifat ilmiah sehingga isi pidato bisa meyakinkan hadirin. Terlebih lagi jika isi pidato bisa membangkitkan dan menggugah semangat para hadirin. Jangan sampai isi pidato menjadi kurang menarik karena terkesan terlalu sering dibicarakan, cobalah membahas pidato yang belum pernah diungkapkan sebelumnya.

PENUTUP PIDATO


Penutup pidato umumnya terdiri atas dua bagian, yaitu : simpulan dan harapan. Penutup pidato yang baik haruslah mencakup kesimpulan. Simpulan bisa diungkapkan secara singkat, jelas dan padat atau bisa juga dilemparkan kepada hadirin untuk menyimpulkannya sendiri.

struktur pidatoSetelah mengutarakan kesimpulan, penutup pidato juga biasa berisi harapan. Harapan yang diungkapkan haruslah hal-hal positif yang berhubungan dengan pidato.

SALAM PENUTUP


Struktur pidato paling akhir adalah salam penutup. Salam penutup pada umumnya diikuti dengan ucapan terima kasih, permintaan maaf, lalu diakhiri dengan salam penutup.

Demikianlah, penjelasan sederhana mengenai struktur pidato bahasa Indonesia yang baik. jika ada kekurangjelasan mengenai struktur pidato ini, mari kita sama-sama berdiskusi melalui kotak komentar di bawah, ok.  
Struktur Teks Pidato

1. Pembukaan
Pembukaan teks pidato berisi:
a. Salam pembuka
Contoh:
Assalammualaikum warahmatullaahi wa barakatuh, salam sejahtera bagi kita semua.
b. Ucapan penghormatan
Ucapan penghormatan, biasanya dimulai dari penghormatan terhadap seseorang yang dianggap paling penting.
Contoh :
Yang saya hormati Bapak Kepala Sekolah
Yang saya hormati Bapak/Ibu guru.
Yang saya hormati para tamu undangan,
Yang berbahagia teman-teman kelas IX
Adik-adik kelas VII dan VIII yang saya cintai dan saya banggakan.
c. Ucapan syukur
Ucapan syukur kepada Tuhan atas limpahan rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada kita semua.
Contoh:
"Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena sampai pada detik ini kita masih diberi nikmat yang tiada tara. Salah satu nikmat itu adalah nikmat sehat dan nikmat sempat sehingga kita semua dapat hadir di sini dalam keadaan sehat wal afiat tidak
kurang suatu apapun.

2. Isi Pidato
Bagian isi adalah bagian inti dari suatu pidato. Pada bagian ini, paparan dari pembicara menduduki persentase yang paling banyak. Pembicara akan menguraikan secara rinci dan panjang lebar inti materi yang akan disampaikan kepada hadirin. Agar isi pidato dapat dengan mudah ditangkap isinya oleh pendengar, pembicara dapat menggunakan penanda, "pertama.... , " "kedua .....", ketiga ....." dan seterusnya. Penanda-penanda seperti itu juga akan memudahkan penulis dalam menyusun gagasan teks pidato.

3. Penutup Pidato
Penutup pidato yang baik akan menimbulkan rasa simpati dari pendengar. Penutup pidato dapat diisi dengan:
a. Simpulan pendek dari uraian sebelumnya.
b. Permintaan maaf kepada hadirin atas kekhilafan dan kesalahan yang mungkin terjadi, baik disengaja maupun yang tidak disengaja.
c. Salam penutup.
Dalam penutup dapat juga diisi dengan mengutip pendapat atau katakata
mutiara dari tokoh-tokoh besar, atau pantun yang sesuai dengan
situasi saat itu.

Kamis, 12 Desember 2013

PERJALANAN KURIKULUM INDONESIA

Modal debat mahasiswa  BELI RIYADI Desember 2013 pada FT IAIN Raden Intan Lampung,


Perubahan Kurikulum Pendidikan dari Masa ke Masa


Kurikulum Pendidikan dari Masa ke Masa – Panutan.com. Dalam dunia pedidikan pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah Kurikulum Pendidikan. Pada dasarnya tujuan dari pembentukan kurikulum pendidikan adalah tujuan setiap program pendidikan yang diberikan kepada anak didik, Karena kurikulum merupakan alat antuk mencapai tujuan, maka kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Dalam sistem pendidikan di Indonesia tujuan pendidikan bersumber kepada falsafah Bangsa Indonesia. Dan dari masa  ke masa dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa kurikulum, mulai dari kurikulum 1947 sampai dengan sekarang kurikulum 2013.
Dan pada kesempatan kali ini, saya akan membahas apa saja kurikulum pendidikan yang sudah di gunakan atau di laksanakan mulai  dari tahun 1947 sampai 2013 ini. Berikut ini sejarah perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia sejak masa awal kemerdekaan tahun 1947 hingga Kurikulum 2006 yang biasa disebut sebagai KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), sebelum akhirnya diubah dengan Kurikulum 2013.

 Kurikulum  1947 atau disebut rentjana pelajaran 1947
Kurikulum yang lahir pada masa kenerdekaan ini memakai istilah bahasa belanda leerpian artinya rencana pelajaran. Istilah itu lebih populer dibanding istilah curriculum (bahasa inggris).karena masih dalam suasana perjuangan,pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran di hubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Paling menonjol sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini, yang setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas seorang Guru mengajar satu mata pelajaran.

Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964.
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana pendidikan 1964. Ciri-ciri kurikulum ini, pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademi untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani .

Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama. Beberapa mata pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial. Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
 
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada Kurikulum 1975 guru dibuat sibuk dengan berbagai catatan kegiatan belajar mengajar.
 
Kurikulum 1984
Kurikulum ini mengusung pendekatan proses keahlian. meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ). Hehehhe… kalo dulu sering orang memplesetkannya jadi Catat Buku Sampai Abis.
Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
 
 
Tahun 2004 – Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi yang harus dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme Pendidikan, Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh keputusan/Peraturan Mentri Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan Kurikulum sebelumnya baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan jumlah jam pelajaran dan durasi tiap jam pelajarannya.
Berdasarkan hal tersebut pemerintah baru menguji cobakan KBK di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa saja. Hasilnya kurang memuaskan. Maka sebagian pakar pendidikan menganggap bahwa pada tahun 2004 tidak terjadi perubahan kurikulum, yang ada adalah Uji Coba Kurikulum di sebagian sekolah yang disebut dengan KBK untuk kemudian disempurnakan pada tahun 2006.
 
Tahun 2006 – Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol pada Kurikulum ini adalah lebih konstruktif sehingga guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
 
Kurikulum 2013
Kuriulum baru yang akan diterapkan pada tahun 2013 tahun ajaran baru. Pada Kurikulum 2013 ini, terdapat sembilan sistem penilaian, yaitu penilaian diri, ulangan harian, ujian tengah semester, ujian sekolah, ujian nasional, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, penilaian proyek dan penilaian autentik. Sembilan sistem penilaian itu dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Sistem Penilaian Pendidikan. Penilaian diri, dilakukan oleh masing-masing siswa dengan mengamati kemampuan sendiri. Ulangan, beberapa ujian dan proyekbisa dilakukan secara tertulis atau dinilai dengan angka. “Sembilan sistem penilaian berdasarkan Permendikbud, mengisyaratkan ujian tengah semester, ujian sekolah dan ujian nasional masih ada dalam Kurikulum 2013.Sistem penilaian itu berlaku bagi semua jenjang sekolah percontohan.”

PENDIDIKAN INDONESIA DARI MASA KE MASA (Materi buat ikut debat mahasiswa)

Materi ini modal belajar buat debat mahasiswa masalah pendidikan di Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung :-)
Fight BELI !!! :-D :-D


PENDIDIKIAN INDONESIA DARI MASA KE MASA (ZAMAN KOLONIAL – REFORMASI)

Posted: September 1, 2013 in pendidikan
8

 I.                   SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA PADA MASA KOLONIAL BELANDA
Pada zaman kolonial pemerintah Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu terbentuklah hubungan-hubungan sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara vertical sehingga anak-anak Indonesia, melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit.
Lahirnya suatu sistem pendidikan bukanlah hasil suatu perencanaan menyeluruh melainkan langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong oleh kebutuhan praktis di bawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Nederland maupun di Hindia Belanda. Selain itu kejadian-kejadian di dunia luar, khususnya yang terjadi di Asia, mendorong dipercepatnya pengembangan sistem pendidikan yang lengkap yang akhirnya, setidaknya dalam teori, memberikan kesempatan kepada setiap anak desa yang terpencil untuk memasuki perguruan tinggi. Dalam kenyataan hanya anak-anak yang mendapat pelajaran di sekolah berorientasi Barat saja yang dapat melanjutkan pelajarannya, sekalipun hanya terbatas pada segelintir orang saja.

a.    Zaman VOC (Kompeni)
Orang belanda datang ke indonesia bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang. Mereka di motifasi oleh hasrat untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun harus mengarungi laut yang berbahaya sejauh ribuan kilometer dalam kapal layar kecil untuk mengambil rempah-rempah dari indonesia. Namun pedagang itu merasa perlunya memiliki tempat yang permanen di daratan dari pada berdagang dari kapal yang berlabuh di laut. Kantor dagang itu kemudian mereka perkuat dan persenjatai dan menjadi benteng yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan teritorial. Setelah peperangan kolonial yang banyak akhirnya indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan belanda. Namun penguasaan daerah jajahan ini baru selesai pada permulaan abad ke 20.
Metode kolonialisasi belanda sangat sederhana. Mereka mempertahankan raja-raja yang berkuasa dan menjalankan pemerintahan melalui raja-raja itu akan tetapi menuntut monopoli hak berdagang dan eksploitasi sumber-sumber alam. Adat istiadat dan kebudayaan asli dibiarkan tanpa perubahan aristokrasi tradisional digunakan oleh belanda untuk memerintah negri ini dengan cara efisien dan murah. Oleh sebab belanda tidak mencampuri kehidupan orang Indonesia secara langsung, maka sangat sedikit yang mereka perbuat untuk pendidikan bangsa. Kecuali usaha menyebarkan agama mereka di beberapa pulau di bagian timur Indonesia. Kegian pendidikan pertama yang dilakukan VOC.
Pada permulaan abad ke 16 hampir se abad sebelum kedatangan belanda, pedagang portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu di hasilkan. Biasanya mereka didampingi oleh misionaris yang memasukkan penduduk kedalam agama katolik yang paling berhasil tiantara mereka adalah Ordo Jesuit di bawah pimpinan Feranciscus Xaverius. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama. Seminari dibuka di ternate, kemudian di solor dan pendidikan agama yang lebih tinggi dapat diperoleh di Goa, India, pusat kekuasaan portugis saat itu. Bahasa portugis hamper sama populernya dengan bahasa melayu, kedudukan yang tak kunjung di capai oleh bahasa Belanda dalam waktu 350 tahun penjajahan kekuasaan portugis melemah akibat peperangan denngan raja-raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605.
b.    Zaman Pemerintahan Hindia Belanda Setelah VOC
Setelah VOC dibubarkan, para Gubernur/ komisaris jendral harus memulai system pendidikan dari dasarnya, karena pendidikan zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran aufklarung atau Enlightenment menaruh kepercayaan akan pendidikan sebagai alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social. Pada tahun 1808 Deandels seorang Gubernur Belanda mendapat perintah Raja Lodewijk untuk meringankan nasib rakyat jelata dan orang-orang pribumi poetra,serta melenyapkan perdagangan budak. Usaha Deandels tersebut tidak berhasil, bahkan menambah penderitaan rakyat, karena ia mengadakan dan mewajibkan kerja paksa (rodi).
Didalam lapangan pendidikan Deandels memerintahkan kepada Bupati-bupati di Pulau Jawa agar mendirikan sekolah atasa uasaha biaya sendiri untuk mendidik anak-anak mematuhi adat dan kebiasaan sendiri. Kemidian Deandels mendirikan sekolah Bidan di Jakarta dan sekolah ronggeng di Cirebon.
Kemudian Pada masa (interregnum inggris) pemerintahan Inggris (1811-1816) tidak membawa perubahan dalam masalah pendidikan walaupun Sir Stamford Raffles seorang ahli negara yang cemerlang. Ia lebih memperhatikan perkembanagan ilmu pengetahuan, sedangkan pengajaran rakyat dibiarkan sama sekali. Ia menulis buku History of Java.
Setelah ambruknya VOC tahun 1816 pemerintah Belanda menggantikan kedudukan VOC. Statua Hindia Belanda tahun 1801 dengan terang-terangan menyatakan bahwa tanah jajahan harus memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada perdagangan dan kepada kekayaan negeri Belanda. Pada tahun 1842 Markus, menteri jajahan, memberikan perintah agar Gubernur Jendral berusaha dengan segenap tenaga agar memperbesar keuntungan bagi negerinya. Walaupuan setiap Gubernur Jendaral pada penobatannya berjanji dengan hidmat bahwa ia akan memajukan kesejahteraan hindia Belanda dengan segenap usuha prinsip yang masih dipertahankan pada tahun 1854 ialah bahwa hindia Belanda sebagai “negeri yang direbut harus terus member keuntungan kepada negeri belanda sebagai tujuan pendidikan itu.  Sekolah pertama bagi anak Belanda dibuka di Jakarta pada tahun 1817 yang segera diikuti oleh pembukaan sekolah dikota lain di Jawa. Prinsip yang dijadikan pegangan tercantum distatuta 1818 bahwa sekolah-sekolah harus dibuka ditiap tempat bila diperlukan oleh penduduk Belanda dan diizinkan  oleh keadaan.
Gubernur Jendral Van der Capellen (1819-1823) menganjurkan pendidikan rakyat dan pada tahun 1820 kembali regen-regen diinstruksikan untuk menyediakan sekolah bagi penduduk untk mengajar anak-anak membaca dan menulis serta mengenal budi peketi yang baik. Anjuran Gubernur Jendral itu tidak berhasil untuk mengembangkan pendidikan oleh regen yang aktif.
Tahun 1826 lapangan pendidikan dan pengajaran terganganggu oleh adanyan usaha-usaha penghematan. Sekolah-sekolah yang ada hanya  bagi anak-anak Indonesia yang memeluk agama Nasrani. Alsannya adalah karena adanya kesulitan financial yang berat yang dihadapi orang Belanda sebagai akibat perang Diponegoro (1825-1830) yang mahal dan menelan banyak korban seerta peperangan antara Belanda dan Belgia (1830-1839).
Kesulitan keuangan ini menyebabkan raja belanda untuk meninggalkan prinsip-prinsip liberal dan menerima rencana yang dianjurkan Van den Bosch, bekas Gubernur di Guyana, jajahan Belanda di Amerika selatan, untuk memanfaatkan pekerjaan budak menjadi dasar eksploitasi colonial. Ia membawa ide penggunaan kerja paksa(rodi) sebagai cara yang ampuh untuk memperoleh cara usaha maksimal, yang kemudian terkenal dengan cultuur stelsel atau tanam paksa yang memaksa penduduk untuk menghasilkan tanaman yang diperlukan dipasaran Eropa.
Van den Bosch mengerti, bahwa untuk memperbaiki stesel pembangunan ekonomi bagi belanda dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang banyak. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan-peraturan yang menunjukan perintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan diparlemen Belanda dan mencerminkan sikap Liberal yang lebih menguntungkan tehadap rakyat Indonesia. Terbongkarnya penyalahgunaan system tanam paksa merupakan factor dalam perbahan pandangan. Peraturan pemerintah tahun 1854 mengimtruksikan Gubernur Jendral untuk mendirikan sekolah dalam tiap kabupaten bagi pendidikan anak pribumi. Peraturan tahun 1863 mewajibkan Gubernur Jendral untuk mengusahakan terciptanya situasi yang memungkinkan penduduk bumi putera pada umumnya menikmati pendidikan.
Sistem tanam paksa dihapuskan tehun 1870 dan digantikan dengan undang-undang Agraria 1870. Pada tahun itu di Indonesia timbul masa baru dengan adanya undang-undang Agraria dari De Waal, yang member kebebasan pada pengusaha-pengusaha pertania partikelir. Usaha-usaha perekonomian makin maju, masyarakat  lebih banyak lagi membutuhkan pegawai. Sekolah-sekolah  yang ada dianggap belum cukup memenuhi kebutuhan. Itulah sebabnya maka usaha mencetak calon-calon pegawai makin dipergiat lagi. Kini tugas departemen adalah memelihara sekolah-sekolah yang ada dengan lebih baik dan mempergiat usaha-usaha perluasan sekolah-sekolah baru.
Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:
1.        Hasil sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah colonial. Hal ini terutama sekali desebabkan karena isi rencana pelaksanaannya terlalu padat.
2.        Dikalangan pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata. Mereka insyaf bahwa yang harus mendapat pengjaran itu bukan hanya lapisan atas saja.
3.        Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kedua kebutuhan dilapangan pendidikan yaitu lapisan atas dan lapisa bawah.
Untuk mengatur dasar-dasar baru bagi pengajaran bumi putra, keluarlah indisch staatsblad 1893 nomor 125 yang membagi sekolah bumi putra menjadi dua bagian:
a)      Sekolah-sekolah kelas I untuk anak-anak priyai dan kaum terkemuka.
b)      Sekolah-sekolah kelas II untuk rakyat jelata.
Perbedaan sekolah kelas I dan kelas II antara lain:
Kelas I
Tujuan: memenuhi kebutuhan pegawai pemerintah, perdagangan dan  perusahaan.
Lama bersekolah: 5 tahun
Mata pelajarannya: membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, pengetahuan alam, menggambar, dan ilmu ukur.
Guru-guru: keluaran Kweekschool
Bahasa pengantar: Bahasa Daerah/Melayu
Kelas II
Tujuan: Memenuhi kebutuhan pengajaran di kalangan rakyat umum
Lama bersekolah: 3 tahun
Mata paelajaran: Membaca, menulis dan berhitung.
Guru-guru: persyaratannya longgar
Bahasa pengantar: Bahasa Daerah/Melayu
Pada tahun 1914 sekolah kelas I diubah mejadi HIS (Hollands Inlandse School) dengan bahasa pengantar bahasa Belanda sedangkan sekolah kelas II tetap atau disebut juga sekolah vervolg (sekolah sambungan) dan merupakan sekolah  lanjutan dari sekolah desa yang mulai didirikan sejak tahun 1907.
2. Politik Etika dan pengajaran
Indonesia yang kaya raya ini di keruk terus menerus oleh penjajah Belanda. Keuntungan mengalir terus ke negeri Belanda. Rakyat Indonesia tetap miskin. Keadaan ini sangat menggelisahkan kaum Importir Belanda yang membawa barang hasil industry dari Eropa ke Indonesia. Mereka tidak dapat menjual barangnya karena daya beli masyarakat sangat rendah, sedangkan industri di negeri Belanda sedang pesat. Mereka menginginkan agar Indonesia yang banyak penduduknya itu menjadi pasar bagi industry Belanda. Sedangkan para eksportir mendapat laba besar dengan membawa barang mentah dari Indonesia. Untuk memenuhi kaum importir tidak ada jalan lain yang harus segera ditempuh selain memperbaiki dan membuat ekonomi rakyat Indonesia yang sudah rusak.
Selain itu pada tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Devender berjudul “Hutang Kehormatan” dalam majalah De Gids. Disitu ia mengemukakan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia selama ini hendaknya dibayar kembali dari perbendaharaan Negara. Peristiwa itu dapat dipandang sebagai ekspresi ide yang baru kemudian dikenal dengan politik etika. Van Devender menganjurkan program ini untuk memajukan kesejahteraan rakyat dengan memperbaiki irigasi agar memprodusi pertanian, menganjurkan trasmigrasi dan perbaikan dalam lapangan pendidikan. Ia juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda secara cultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi bangsanya.
Faktor lain yang menyebabkan berlangsungnya politik etika ini ialah kebangkitan Nasional dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908, serikat islam partai politik pertama di Indonesia yang didasarkan atas organisai Barat didirikan tahun 1919, adanya volksraad tahun 1918 yang merupakan saluran bagi orang Indonesia untuk menyatakan pendapatnya. Sejak dilaksanakannya politik etika tampak sekali kemajuan dalam pendidikan dengan diperbanyaknya sekolah rendah, sekolah yang berorientasi Barat untuk orang Cina dan Indonesia didirikan .Demikian juga pendidikan dikembangkan secara vertical dengam didirikannya MULO dan AMS yang terbuka bagi anak Indonesia untuk melanjutkan ke tingkat universitas.
Dalam rangka memperbaiki pengajaran rendah bagi kaum bumi putra, maka pada tahun 1907 diambil dua tindakan penting yaitu:
1.    Memberi corak dan sifat kebelandaan-belandaan pada sekolah kelas I, misalnya:
a)    Bahasa Belanda dijadikan mata pelajaran sejak kelas 3
b)    Di kelas 6 bahasa Belanda dijadikan bahasa pengantar
c)    Lama belajar menjadi 7 tahun
d)    Tahun 1914 dijadikan  KIS dan menjadi bagian pengajaran rendah barat
e)    Murid-muridnya anak-anak bangsawan dan terkemuka
2.    Mendirikan Sekolah Desa
Maksud pemerintah untuk memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia tidak tercapai, karena sekolah-sekolah bumi putra kelas II merupakan lembaga yang mahal dan memerlukan anggaran yang besar. Maka atas perintah Gubernur Jendral Van Heutsz tahun 1907 didirikan sekolah-sekolah desa. Bangunannya didirikan oleh desa dan guru-gurunya juga diangkat oleh desa pula, jadi bukan pegawai negeri.
Jadi susunan pengajaran bagi anak-anak Indonesia untuk sekolah rendah ada tiga, yaitu:
a)     Sekolah Desa, bagi anak-anak biasa
b)     Sekolah kelas II, yang kemudian diubah menjadi sekolah Vervolg
c)     Sekolah kelas I, yang sejak tahun 1914 dijadikan HIS bagi anak-anak bangsawan dan aristocrat
3 Sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda
Secara umum sistem pendidikan khususnya system persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu.
Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)
Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk tingkatan sekolah dasar mempergunakan system pokok yaitu:
Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
a)    Sekolah rendah Eropa, yaitu ELS (Europese Lagere school), yaitu sekolah rendah untuk anak-anak keturunan Eropa atau anak-anak turunan Timur asing  atau Bumi putra dari tokoh-tokoh terkemuka. Lamanya sekolah tujuh tahun 1818.
b)    Sekolah Cina Belanda, yaitu HCS (Hollands Chinese school), suatu sekolah rendah untuk anak-anak keturunan tmur asing, khususnya keturunan Cina. Pertama didirikan pada tahun 1908 lama sekolah tujuh tahun.
c)    Sekolah Bumi  putra Belanda HIS (Hollands inlandse school), yaitu sekolah rendah untuk golongan penduduk Indonesia asli. Pada umumnya disediakan untuk anak-anak golongan bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka atau pegawai negeri. Lamanya sekolah tujuh tahun dan pertama didirikan pada tahun 1914.
Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah
1.Sekolah Bumi Putra kelas II (Tweede klasee).
Sekolah ini disediakan untuk golonagan bumi putra. Lamaya sekolah tujuh tahun, pertama didirikan tahun 1892.
2.Sekolah Desa (Volksschool). Disediakan bagi anak-anak golongan bumi putra. Lamanya sekolah tiga tahun yang pertama kali didirikan pada tahun 1907.
Sekolah Lanjutan (Vorvolgschool). Lamanya dua tahun merupakn kelanjutan dari sekolah desa, juga diperuntukan bagi anak-anak golongan bumi putra. Pertama kali didirikan pada tahun 1914.
3. Sekolah Peralihan (Schakelschool)
Merupakan sekolah peralihan dari sekolah desa  (tiga tahun) kesekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya lima tahun dan diperuntukan bagi anak-anak golongan bumi putra.
Disamping sekolah dasar tersebut diatas masih terdapat sekolah khusus untuk orang Ambon seperti Ambonsche Burgerschool yang pada tahun 1922 dijadikan HIS. Untuk anak dari golongan bangsawan disediakan sekolah dasar khusus yang disebut sekolah Raja (Hoofdensschool). Sekolah ini mula-mula didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan 1872, tetapi kemudian diintegrasi ke ELS atau HIS.
Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah
MULO (Meer Uit gebreid lager school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang  pertama didirikan pada tahun 1914 dan diperuntukan bagi golongan bumi putra dan timur asing. Sejak zaman jepang hingga sampai sekarang bernama SMP. Sebenarnya sejak tahun 1903 telah didirikan kursus MULO untuk anak-anak Belanda, lamanya dua tahun.
AMS (Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915. AMS ini terdiri dari dua jurusan (afdeling= bagian), Bagian A (pengetahuan kebudayaan) dan Bagian B (pengetahuan alam ) pada zaman jepang disebut sekolah menengah tinggi, dan sejak kemerdekaan disebut SMA.
HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan golongan bumi putra atau tokoh-tokoh terkemuka. Bahasa pengantarnya adalah bahasa belanda dan berorentasi ke Eropa Barat, khususnyairikan pada belanda. Lama sekolahnya tiga tahun dan lima tahun. Didirikan pada tahun 1860
Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )
Sebagai pelaksanaan politik etika pemerintah belanda banyak mencurahkan perhatian pada pendidikan kejuruan. Jenis sekolah kejuruan yang ada  adalah sebagai berikut:
Sekolah pertukangan (Amachts leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah  dan menerima sekolah lulusan bumi putra kelas III (lima tahun)atau sekolah lanjutan (vervolgschool). Sekolah ini didirikan bertujuan untuk mendidik tukang-tukang. didirikan pada tahun 1881
Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda dan lamanya sekolah tiga tahun menerima lulusan HIS, HCS  atau schakel. Bertujuan untuk mendidik dan mencetak mandor jurusanya antara lain montir mobil, mesin, listrik, kayu dan piñata batu
Sekolah teknik (Technish Onderwijs) adalah kelanjutan dari Ambachtsschool, berbahasa Belanda, lamanya sekolah 3 tahun. Sekolah tersebut bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga Indonesia untuk menjadi pengawas, semacam tenaga teknik menengah dibawah insinyur.
Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs). Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan perusahaan Eropa yang berkembang dengan pesat.
Pendidikan pertanian (landbouw Onderwijs) pada tahun 1903 didirikan sekolah pertaian Yang menerima lulusan sekolah dasra yang berbahasa penganatar belanda. Pada tahun 1911 mulai didirikan sekolah pertanian (cultuurschool) yang terdiri dari dua jurusan, pertanian dan kehutanan. Lama belajaranya sekitar 3-4 tahun, dan bertujuan untuk menghasilkan pengawas-pengawas pertanian dan kehutanan. Pada rtahun 1911 didirikan pula sekolah pertanian menengah atas (Middelbare Landbouwschool) yang menerima lulusan MULO atau HBS yang lamanya belajar 3 tahun.
Pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Vakonderwijs).
Pendidikan ini merupakan kejuruan yang termuda. Kemudian sekolah yang sejenis yang didirikn oleh swasta dinamakan Sekolah Rumah Tangga (Huishoudschool). Lama belajarnya tiga tahun.
Pendidikan keguruan (Kweekschool). Lembaga keguruan ini adalah lembaga yang tertua dan sudah ada sejak permulaan abad ke-19. Sekolah guru negeri yang pertama didirikan pada tahun 1852 di Surakarta. Sebelum itu pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi nama Normal Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru-guru sekolah desa. Pada abad ke-20 terdapat tiga macam pendidikan guru, yaitu:
Normalschool,sekolah guru dengan masa pendidikan empat tahun dan menerima lulusan sekolah dasar lima tahun, berbahasa pengantar bahasa dearah.
Kweekschool, sekolah guru empat tahun yang menerima lulusan berbahasa belanda.
Hollandschool Indlandschool kweekschool, sekolah guru 6 tahun berbahasa pengantar Belada dan bertujuan menghasilkan guru HIS-HCS.
Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Karena terdesak oleh tenaga ahli, maka didirikanlah:
a)    Sekolah Tehnik Tinggi (Technische Hoge School).
Sekolah Tehnik Tinggi ini yang diberi nama THS didirikan atas usaha yayasan pada tahun 1920 di Bandung. THS adalah sekolah Tinggi yang pertama di Indonesia, lama belajarnya lima tahun. Sekolah ini kemudian menjelma menjadi ITB.
b)    Sekolah Hakim Tinggi (Rechskundige Hoge school).
RHS didirikan pada tahun 1924 di Jakarta. Lama belajarnya 5 tahun, yang tama AMS dapat diterima di RHS. Tamatan ini dijadikan jaksa atau hakim pada pengadilan.
c)    Pendidiakn tinggi kedokteran.
Lembaga ini di Indonesia di mulai dari sekolah dasar lima tahun. Bahasa pengantarnya bahasa melayu . pada tahun 1902 sekolah dokter jawa diubah menjadi STOVIA (School Tot Opleiding Voor Indische Artsen) yang menerima lulusan ELS, dan berbahasa pengantar Belanda. Lama belajarnya 7 tahun. Kemudian syarat penerimaannya ditingkatkan menjadi lulusan MULO. Pada tahun 1913 disamping STOVIA di Jakarta didirikan sekolah tinggi kedokteran (Geneeskundige Hogeschool) Yang lama belajaranya 6 tahun dan menerima lulusan AMS  dan HBS.
4. Beberapa Ciri Umum Politik Pendidikan Belanda
Politik pendidikan colonial erat hubungannya dengan politik mereka pada umumnya, suatu politik yang didominasi oleh golongan yang berkuasa dan tidak didorong oleh nilai-nilai etis dengan maksud untuk membina kematangan politik dan kemerdekaan tanah jajahannya. Berhubungan dengan sikap itu dapat kita lihat sejumlah ciri politik dan prakti pendidikan tertentu.
Menurut Tilaar (1995) dalam pandangannya menyebutkan ada 5 ciri yang dapat ditemukan pendidikan kita dimasa colonial belanda yaitu:
System Dualisme
Dalam system dualisme diadakan garis pemisahan antara system pendidikan untuk golongan Eropa dan system pendidikan unutk golongan bumi putra. Jadi disini diadakan garis pemisah sesuai dengan politik colonial yang membedakan antara bumi putra dan pihak penjajah.
System Korkondasi
System ini berarti bahwa pendidikan didaerah penjajahan disesuaikan dengan pendidikan yang terdapat di Belanda. System ini diasumsikan bahwa dengan System yang berkrkondasi dengan system yang ada di negeri Belanda, maka mutu pendidikan terjamin setingkat pendidikan di Negara Belanda.
Sentralisasi
Kebijakan pendidikan dizaman colonial diurus oleh departemen pengajaran. Departemen ini yang mengatur segala sesuatu mengeani pendidikan dengan perwakilannya yang terdapat dipropinsi-propinsi Besar.
Menghambat gerakan Nasional
Pendidikan pada masa itu sangat selektif karena bukan diperuntukan untuk masyarakat pribumi putra untuk mendapatkan pendidikan dengan seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi. Didalam kurikulum pendidikan colonial pada waktu itu, misalnya sangat dipentingkan penguasaan bahasa belanda dan hal-hal mengenai negeri belanda. Misalnya dalam pengajaran ilmu bumi, anak-anak bumi putra harus menghapal kota-kota kecil yang ada di negeri Belanda.
Perguruan swasta yang militer
Salah satu perguruan swasta yang gigih menentang kekuasaan colonial adalah seolah-olah taman siswa yang didirikan oleh kihajar dewantara  tanggal 3 juli 1922.
Tidak adanya perencanaan pendidikanyan sistematis
Perkembangan pendidikan merupakan rangkaian kompromi antara usaha pemerintah untuk memberikan pendidikan minimal bagi pribumi dan tuntutan yang terus menerus dari pihak Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan orang Belanda.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution mengemukakan enam cirri umum politik pendidikan Belanda,      yaitu :
Dualisme
Dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah untuk anak Belanda dan untuk yang tak berada, sekolah yang memberi kesempatan melanjutkan dan tidak memeberi kesempatan.
Gradualisme
Gradualisme dengan mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak Indonesia dan memperlambat lahirnya sekolah untuk anak Indonesia.
Prinsip Konkordansi
Prinsip yang memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti model sekolah Nederland dan menghalangi penyesuaiannya dengan keadaan Indonesia.
Control sentral yang kuat
Yang menciptakan birokrasi yang ketat yang hanya memungkinkan perubahan kurikulum dengan persetujuan para pembesar di Indonesia maupun di negeri Belanda.
Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis
Menyebabkan pemerintah mengadakan percobaan dengan berbagai macam sekolah menurut keadaan zaman.
Pendidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Penyelenggaraan dan penerimaan murid didasarkan atas kebutuhan pemerintah Belanda dalam tenaga kerja.
Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:
·         Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu;
·         Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial;
·         Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di Jawa.
·         Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial. Jadi secara tidak langsung, Belanda telah memanfaatkan kelas aristokrat pribumi untuk melanggengkan status quo kekuasaan kolonial di Indonesia.
II.                SISTEM  PENDIDIKAN PADA MASA JEPANG
Kejayaan penjajahan Belanda lenyap setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat ke Jepang. Adapun Tujuan Jepang ke Indonesia ialah menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang sangat besar artinya bagi kelangsungan perang Pasifik  hal ini sesuai dengan cita-cita politik ekspansinya. Bebagai cara yang dilakukan oleh Jepang dalam mengelabui Indonesia untuk kepantingan politiknya. Demi kepentingan perang, Jepang menyongsong pasukan dari Indonesia dengan menyuguhkan pendidikan kemiliteran. Kendati demikian, dibalik kekejaman Jepang itu Indonesia memanfaatkan  berbagai toleransi dari pihak Jepang terutama untuk bidang pendidikan.
A.    Perkembangan pendidikan dan pengajaran
a)      Pelatihan guru-guru:
Usaha penanaman Ideologi Hakko Ichiu melalui sekolah-sekolah  dimulai dengan mengadakan pelatihan guru-guru. Gru-guru diberi tugas sebagai penyebar ideologi tersebut. Pelatihan tersebut dipusatkan di Jakarta. Setiap kabupaten diwajibkan mengirim wakilnya untuk mendapat gemblengan langsung dari pimpinan Jepang. Gemblengan ini berlangsung selama 3 bulan , jangka waktu tersebut dirasa cukup untuk menjepangkan para guru.
b)      Perubahan-perubahan penting:
1.      Hapusnya dualisme pengejaran: berbagai jenis sekolah rendah yang diselenggarakan pada zaman pemerintahan Belanda dihapuskan sama sekali. Sehingga hanya ada satu sekolah rendah , yaitu Sekolah Rakyat 6 tahun ( Kokimin Gakkoo ).
Sekolah-sekolah desa diganti namanya menjadi sekolah pertama. Jadi, susunan pengajarannya adalah Sekolah Rakyat 6 tahun, Sekolah Menengah 3 tahun , dan Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun.
2.      Bahasa indonesia dijadikan bahasa resmi dan bahasa pengantar bagi semua jenis Sekolah . bahasa jepang dijadikan mata pelajaran wajib dan adat kebiasaan Jepang harus ditaati.
Isi pengajaran :
1.      Pengajaran dipergunakan sebagai alat propaganda dan juga untuk kepentingan perang. Murid-murid seringkali diharuskan kerja bakti, misalnya : membersihkan bengkel, asrama, membuat bahan-bahan untuk kepentingan pertahanan, dan sebagainya.
2.      Untuk melipatgandakan hasil bumi, murid-murid diharuskan membuat pupuk kompos atau beramai-ramai membasmi hama tikus di sawah. Sebagian waktu belajar digunakan untuk menanami halaman sekolah dan pinggir-pinggir jalan dengan tanaman jeruk.
3.      Pelatihan-pelatihan jasmani berupa pelatihan kemiliteran dan mengisi aktivitas-aktivitas murid-murid sehari-hari. Agar berjalan lancar, pada tiap-tiap sekolah dibentuk barisan-barisan murid. Barisan murid-murid SD disebut seinen-tai, sedangkan barisan murid-murid sekolah lanjutan disebut Gakutotai.
4.      Untuk menanamkan semangat Jepang , tiap-tiap hari murid harus mengucapkan sumpah belajar dalam bahasa Jepang. Mereka harus mengusai bahasa dan nyanyian Jepang. Tiap pagi diadakan upacara, dengan menyembah bendera Jepang dan menghormati istana Tokyo.
5.      Agar bahasa Jepang lebih populer , diadakan ujian bahasa Jepang untuk para guru dan pegawai-pegawai, yang dibagi atas lima tingkat. Pemilik ijazah ini mendapat tambahan upah.
Kebijakan yang diambil oleh Dai Nippon dalam mendekati Islam Indonesia anatara lain ialah :
1.      Mengangkat Dr.Hamka, reformis Minangkabau yang baru dibebaskan oleh penjajah Belanda dari pembuangan di Jawa Barat, untuk menjadi penasehat Sumubu. Dr.Hamka adalah orang bumiputra yang tanpa takut-takut membeberkan bahwa tidak mungkin menyatukan ajaran Shinto yang mengharuskan menyembah Kaisar dan Matahari terbit dengan Islam yang monotheisme. Pemerintah Nippon tidak berani menangkap Dr.Hamka, karena beliau adalah ulama yang memiliki pengaruh cukup besar pada masayarakat Islam Indonesia pada waktu itu. Sikap Dr.Hamka terhadap pemerintah Jepang ini diulanginya lagi pada waktu pertemuan dengan para ulama se-Jawa yang dihadiri oleh para perwira militer Jepang. Pada saaat itu, Dr.Hamka menolak untuk melakukan Saikeirei. Tokoh lain yang juga jelas-jelas menolak Jepang dalam upaya pendekatannya terhadap umat Islam Indonesia adalah Abdul Kahar Muzakar, seorang pemimpin pemuda Muhammadiyah yang sangat disegani Jepang. Beliau berkata di depan Profesor Ozaki sebagai berikut:
“…cukup banyak orang-orang Nippon yang telah mempelajari prinsip-prinsip Islam …karena itu mereka harus tahu bahwa Islam itu bukan saja agama, tetapi cara hidup merersapi seluruh lapisan masyarakat… perjuangan melawan imperialis Barat sudah lama kami kenal, sehingga kami menerima tujuan Nippon untuk melawannya…tetapi prinsip yang harus dianut secara ketat untuk mencapai kerja sama yang diinginkan haruslah…”kami dengan agama kami, kamu dengan agama kamu.perbuatan diantara semua kepercayaan kita tidak perlu menghalangi kerja sama kita untuk mengusir sekutu dari Asia , yang adalah rumah bagi semua agama.
Dari pidato Dr.Hamka dan ucapan Abdul Kahar Muzakar di depan prof. Ozaki, menghasilkan peraturan baru yang membebaskan umat Islam Indonesia dari pelaksanaan upacara Saikeirei.
2.      Kantor Urusan Agama , yang pada zaman Belanda disebut Kantor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orang-orang Orientalisten  Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Sumubucho dengan Dr.Hoesoein Djajadiningrat sebagai ketuanya yang pertama. Kemudian pada tahun 1943 didirikan sumubu Indonesia pertama yang diketahui oleh Horie.
3.      Pondok pesantren yangbesar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang. Namun , pada sisi lain, kehadiran Dai Nippon di Indonesia tidak ubahnya dengan Belanda. Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang ini pun mendapat hambatan yang cukup besar. Pada tahun-tahun pertama pendidikan Jepang, mereka melarang diajarkannya bahasa Arab di sekolah-sekolah agama. Campur tangan Jepang dalam seluruh bidang pendidikan agama sebagian ditujukkan dalam hubungannya dengan Arab dan pan-Islamisme. Hal tersebut merupakan salah satu beban yang dipaksakan kepada orang-orang Islam Indonesia selama zaman pendudukan Jepang.
4.      Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran-ajaran agama, terutama agama Islam.
5.      Pemerintah Jepang membolehkan dibentuknya barisan Hizbullah  untuk memberikan pelatihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam Barisan ini dipimpin oleh K.H.Zainul Arifin.
6.      Pemerintah Jepang meizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H.Wahid Hasyim, Kahar Muzakkar dan Bung Hatta.
7.      Para ulama Islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan Nasionalis diizinkan membentuk barisan Pembela Tana Air (Peta). Tokoh-tokoh santri dan pemuda Islam yang ikut serta dalam pelatihan kader militer, anatara lain Sudirman, Abd.Khalik Hasyim,Iskandar Sulaiman, Yunis, Aruji Kartawinata , Kasman Singodimedjo, Mulyadi Joyomartono, Wahid Wahab , Sarbini, Saiful Islam, dan sebagainya. Tentara Pembela Tanah Air ini kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia yang disingkat menjadi TNI.
8.      Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut: Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.
Akibat dari tekanan Jepang tersebut lahirlah berbagai pemberontakan, misalnya pemberontakan, misalnya pemberontakan Pembela Tanah Air yang terjadi di Blitar Jawa Timur di bawah pimpinan supriadi. Alim ulama Islam Indonesia juga mulai beroposisi dengan pihak Jepang yang dari hari ke hari cenderung menindas dan menyengsarakan rakyat. Banyak para kyai yang ditangkap dan diperintah untuk melakukan kerja paksa atau Romusha.
Dunia pendidikan Islam di Indonesia menjadi terbengkalai, banyak madrasah-madrasah yang bubar karena muridnya menghindar dari kekejaman serdadu Jepang dan tidak sedikit pula yang sengaja dibubarkan oleh Pemerintah Jepang karena mengganggu stabilitas pemerintah jajahan. Ada sedikit keberuntungan bagi madrasah yang ada di dalam lingkungan pondok pesantren. Mereka bebas dari pengawasan para penguasa Jepang. Selain itu, juga bebas dari proses belajar Dai Nippon  yang melakukan penekanan-penekanan terhadap umat Islam Indonesia pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Pada tanggal 7 Agustus, penguasa tertinggi wilayah Selatan Jepang mengambil inisiatif dari tangan penguasa Jakarta dengan membuat Dekrit didirikannya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia  yang baru. Ketika panitia tersebut bersidang, Jepang telah menandatangani perjanjian meyerah kalah dengan pihak sekutu. Sepuluh hari setelah izin diberikan kepada Panitia Persiapan, lahirlah Republik Indonesia terlepas dari belenggu yang sangat meyakitkan itu.
B.     Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
1.      Tujuan sekolah secara umum
Sekolah-sekolah yang ada pada zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang. Segala daya upaya ditujukan untuk untuk kepentingan perang. Murid-murid hanya mendapat pengetahuan yang sedikit sekali, hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan pelatihan  perang atau bekerja.
Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain :
a.       mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang.
b.      Membersihkan bengkel-bengkel, asrama-asrama militer.
c.       Menanam ubi-ubian, sayur-sayurran, di pekarangan sekolah untuk persediaan makanan.
d.      Menanam pohon jarak untuk bahan pelumas.
Tujuan pendidikan pada zaman Jepang tidak lain hanya  memenangkan peperangan.
Secara kongkrit tujuan yang ingin dicapai Jepang adalah menyediakan tenaga cuma-Cuma (romusha) dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh karena itu, pelajar-pelajar diharuskan mengikuti pelatihan fisik, pelatiahn kemiliteran dan indoktrinasi ketat. Pada akhir zaman Jepang tampak tanda-tanda tujuan mengjepangkan anak-anak indonesia. Maka dikerahkanlah barisan propaganda Jepang yang terkenal dengan nama Sendenbu, untuk menanamkan ideologi baru, untuk menghancurkan ideologi baru, untuk menghancurkan ideologi Indonesia Raya.
Kehadiran Jepang di Indonesia menanamkan jiwa berani pada bangsa Indonesia. Tetapi semua itu untuk kepentingan Jepang. Kendatupun demikian, ada beberapa hal yang perlu dicatat pada zaman Jepang ini, yaitu yang terjadi perubahan yang cukup mendasar di bidang pendidikan, yang penting sekali artinya bagi bangsa Indonesia, ialah :
a.       Dihapuskannya dualisme pengajaran
Habislah riwayat susunan pengajaran Belanda dualistis, yang membedakan dua jenis pengajaran , yakni pengajaran Barat dan pengajaran Bumiputra.
b.      Pemakaian Bahasa Indonesia
Pemakaian Bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa resmi maupun sebagai bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah, telah dilaksanakan. Tetapi sekolah-sekolah itu dipergunakan juga sebagai alat untuk mempekenalkan kebudayaan Jepang kepada rakyat.
2.      Sikap Jepang Terhadap Pendidikan Islam
Pemerintahan Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan siasat untuk kepentingan Perang Dunia II. Untuk mendekati umat Islam, mereka menempuh beberapa kebijaksanaan, di anataranya ialah:
a.       Kantor Urusan Agama, yang pada zaman Belanda disebut Kantoor Voor Islamistische Zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri, yaitu K.H.Hasyim Asyari dari Jombang, dan di daerah-daerah juga dibentuk Sumuka.
b.      Pondok Pesantren yang besar-besar seringkali mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
c.       Sekolah Negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan jaran agama.
d.      Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah untuk memberikan pelatihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam, barisan tersebut dipimpin oleh K.H.Zainal Arifin.
e.       Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H.Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
f.       Para ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis didizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air (Peta). Tokoh-tokoh santri dan pemula Islam ikut dalam pelatihan kader militer tersebut, anatara Sudirman, abd.Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman dan lain-lain. Tentara Pembela Tanah Air inilah yang menjadi inti dari TNI sekarang.
g.      Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.[2]
Di samping itu, pada permulaan pendudukan Jepang tampaknya keadaan umat Islam sudah kuat. Karena itu, wajarlah bila pasukan pendidikan Jepang berusaha mempergunakan agama untuk mencapai tujuan perangnya.
Jepang memandang agama Islam sebagai salah satu sarana yang terpenting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka pada bagian masyarakat yang paling bawah. Dalam konteks ini, paling tidak, ada beberapa hal yang perlu disebutkan, di antaranya: dibentuknya Masyumi dan pembentukan Hizbullah.
a.       Kantor Urusan Agama (KUA)
Kantor Urusan Agama yang dalam bahasa Jepangnya sumubu, menggantikan Kantoor Voor Het Islanddsche Zaken yang sudah ada di zaman kolonial Belanda. Kantor itu kemudian dikembangkan bidang tugasnya sehingga mengurus berbagai masalah yang sebelumnya terbagi antara Departemen dalam Negeri Kehakiman, pendidikan dan peribadatan Umum. Jabatan tinggi pertama yang dipercayakan Jepang kepada orang Indonesia dalam pemerintahan penduduknya adalah jabatan kepala Kantor Urusan Agama ini. Oleh karena itu, BJ. Boland menyatakan bahwa keberadaan Kantor Urusan Agama merupakan salah satu manfaat terbesar dari pendudukan Jepang di Indonesia. Sebelumnya, pada bulan maret 1942 kantor ini dipimpin oleh Kolonel Hori dari tentara Jepang, tetapi pada tanggal 1 Oktober 1943 jabatan itu diserahkan kepada Hoesein Djajadiningrat. Namun , yang lebih penting dari itu adalah penunjukan pejabat kepala yang baru sejak tanggal 1 April 1944, dimulai pembentukan Kantor Urusan Agama di setiap keresidenan.
b.      Pembentukan Masyumi
Masyumi (Majelis Syuro Muslim Indonesia) merupakan pengganti MIAI. Pembubaran MIAI pada bulan Oktober 1943 dilakukan Jepang karena organisasi ini didirikan atas prakarsa kaum muslim sendiri, sebagai suatu federasi organisasi-organisasi Islam. Para pemimpin organisasi itu mempunyai latar belakang sikap antikolonial dan tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Dengan kata lain, MIAI bermula dengan sikap anti Belanda, kemudian bersikap anti asing, dan dimungkinkan menjadi anti-Jepang. Masyumi mulai aktif pada tanggal 1 Desember 1943 dalam kenyataannya merupakan suatu ciptaan pejabat-pejabat Jepang.[3]
c.       Terbentuknya Hizbullah
Hizbullah merupakan organisasi sejenis militer bagi pemuda pemudi muslim. Pembentukan Hizbullah pada akhir tahun 1944 ini sangat penting artinya, karena banyak anggota yang kemudian  menjadi anggota tentara nasional.
Beberapa keuntungan dibalik kekejaman Jepang bagi Indonesia, Gunawan merinci keuntungan-keuntungan pada zaman Jepang ini khusus di bidang pendidikan , yaitu;
a.       Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia, baik sebagai bahasa pergaulan, pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah.
b.      Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Dengan mengabaikan hak cipta internasional karena dalam suasana perang.
c.       Kreativitas guru-guru dan berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan menyadur atau mengarang sendiri, termasuk kreativitas untuk menciptakan alat peraga dan model dengan bahan dan alat yang tersedia.
d.      Seni bela diri dan pelatihan perang-perang sebagai kegiatan kulikuler di sekolah telah membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna dalam perang kemerdekaan yang terjadi kemudian.
e.       Diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan dan agama ditiadakan, sehingga semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan.
f.       Sekolah-sekolah diseragamkan dan sekolah-sekolah swasta dinegerikan serta berkembang dibawah pengaturan kantor pengajaran Bunkyo Kyoku.
g.      Karena pengaruh inktrinasi yang ketat untuk menjepangkanv rakyat Indonesia, justru perasaan rindu kepada kebudayaan sendiri dan kecerdasan nasional berkembang dan bergejolak secara biasa.
h.      Bangsa Indonesia dididik dan dilatih untuk memegang jabatan walaupun di bawah pengawasan orang-orang Jepang.[4]
3.      Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
Pada masa penduduk Jepang, ada satu hal istimewa dalam dunia pendidikan sebagaimana telah dikemukakan, yaitu sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah swasta lain, seperti Muhammadiyah, Taman siswa dan lain-lain didizinkan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh penduduk Jepang.
Sementara itu, khususnya pada masa awal-awalnya, madarasah dibangun dengan gencar-gencarnya selagi ada angin segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat politis belaka, kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja dan umat Islam Indonesia memanfaatkannya sebaik-baiknya.
III.             SISTEM PENDIDIKAN AWAL KEMERDEKAAN DAN ORDE LAMA
Segera setelah kemerdekaan, para pemimpin Indonesia menjadikan pendidikan sebagai hak setiap warga negara, mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tujuan nasional. Dicanangkanlah bahwa dalam 10 tahun ke depan pada waktu itu seluruh anak Indonesia harus bisa menikmati sekolah. Oleh karena itu dilakukan berbagai pembenahan seperti penambahan jumlah pengajar, pembangunan gedung sekolah, dan sebagainya. Pemerintah juga membagi tingkatan pendidikan seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi. Pada awal kemerdekaan, pembelajaran di sekolah-sekolah lebih ditekankan pada semangat nasionalisme dan membela tanah air.
Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab tantangan zaman.
Di Indonesia, berubahnya subsistem pendidikan (kurikulum, UU) biasanya tidak ditanggapi dengan antusiasme, namun malah sebaliknya membuat masyarakat ragu apakah penguasa di Indonesia memiliki visi pendidikan yang jelas atau tidak. Visi pendidikan diharapkan mampu menentukan tujuan pendidikan yang jelas. Karena, tujuan pendidikan yang jelas pada gilirannya akan mengarahkan ke pencapaian kompetensi yang dibutuhkan serta metode pembelajaran yang efektif. Dan pada akhirnya, kelak pendidikan mampu menjawab tuntutan untuk mensejahterakan  masyarakat dan kemajuan bangsa. Setidaknya ada empat tujuan  yang menjadi idealisme pendidikan:
Perolehan pengetahuan dan keterampilan (kompetensi) atau kemampuan menjawab permintaan pasar.
Orientasi humanistik
Menjawab tantangan-tantangan sosial, ekonomi, serta masalah keadilan.
Kemajuan ilmu itu sendiri.
Dari keempat tujuan pendidikan di atas, setidaknya poin nomor dua yang berorientasi pada tujuan memanusiakan manusia atau humanistis, menjadi poin yang penting dalam proses pendidikan, dan sudah sepatutnya bahwa pendidikan harus menjunjung hak-hak peserta didik dalam memperoleh informasi pengetahuan.
Pendidikan Pra Kemerdekaan
Pendidikan modern di Indonesia dimulai sejak akhir abad ke-18, ketika belanda mengakhiri politik “tanam paksa” menjadi politik etis, sebagai akibat kritik dari kelompok sosialis di negeri Belanda yang mengecam praktik tanam paksa yang menyebabkan kesengsaraan maha dasyat di Hindia Belanda. Pendidikan “ongko loro” diperkenalkan bukan saja sebagai elaborasi terhadap desakan kaum sosialis di negeri Belanda, namun juga didasari kebutuhan pemerintah pendudukan untuk mendapatkan pegawai negeri jajaran rendah di dalam administrasi pendudukannya. Pendidikan yang digerakkan oleh penjajah belanda kamudian ditiru kembangkan oleh kaum nasionalis Indonesia.
Sejarah pendidikan di Indonesia modern dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi Oetomo di tahun 1908, “Pagoeyoeban Pasoendan” di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun 1922. Perjuangan kemerdekaan menghasilkan kemerdekaan RI tahun 1945. Soekarno, presiden pertama Indonesia membawa semangat “nation and character building” dalam pendidikan Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah, dan anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa dibayar. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan pendidikan guru yang  diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, kursus B-1 dan kursus B-2.
Masa prakemerdekaan begitu banyak persoalan yang menerpa dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan pada saat itu masih dipengaruhi oleh kolonialisme, alhasil bangsa ini dididik untuk mengabdi kepada penjajah atau setelah pasca kemerdekaan adalah untuk kepentingan para penguasa pada saat itu. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah. Pendidikan di zaman penjajah adalah pendidikan yang menjadikan penduduk Indonesia bertekuk lutut di bawah ketiak kolonialis. Bangsa ini tidak diberikan ruang yang lebar guna membaca dan mengamati banyak realitas pahit kemiskinan yang sedemikian membumi di bumi pertiwi. Dalam pendidikan kolonialis, pendidikan bagi bangsa ini bertujuan membutakan bangsa ini terhadap eksistensi dirinya sebagai bangsa yang seharusnya dan sejatinya wajib dimerdekakan.
Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang sedemikian mungkin mampu mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula, bukan lagi untuk memanusiakan manusia sebagaimana dengan konsep pendidikan yang ideal itu sendiri. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial.[4] Selain itu, agar penduduk pribumi menjadi pengikut negara yang patuh pada penjajah, bodoh, dan mudah ditundukkan serta dieksploitasi, tidak memberontak, dan tidak menuntut kemerdekaan bangsanya.
Pendidikan Pasca Kemerdekaan
Tidak jauh berbeda setelah masa kemerdekaan, pendidikan di masa pascakolonial melahirkan beberapa hal diantaranya:
Terdapat banyak sikap hidup yang bisu dan kelu. Kebudayaan bisu dan budaya pedagogi yang hanya mengandalkan memori otak sehingga menjadikan sekolah hanya sebagai tempat untuk mendengarkan guru ceramah tanpa siswa diberikan kesempatan untuk berpikir kritis. Pada saat ini siswa tidak memiliki pilihan untuk tidak mengikuti metode ceramah ini,  karena guru diposisikan sebagai subjek sentral yang harus dihormati oleh murid.
Penduduk dipinggiran kota (di kampung-kampung kumuh) ternyata belum mampu berkembang dan belum dapat diikutsertakan dalam proses pendidikan.
Model sekolah yang mengikuti model barat ternyata belum hilang bekas-bekas pengaruhnya dalam mengalami kegagalan.
Di sekolah-sekolah, bahasa ibu (bahasa daerah asli) didiskualifikasi secara sistematis, diganti dengan bahasa intelektual dan artifisial penguasa di bidang politik.
Kaum elit dan intelektual yang mendapatkan pendidikan dari luar negeri ternyata tidak akrab dengan masyarakat pribumi.
Oleh karena itu, secara garis besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan mendekati sistem pendidikan di negara-negara  maju, khususnya dalam mengejar keserbaterbelakangan di berbagai sektor kehidupan.
Revolusi kemerdekaan Indonesia mengakibatkan pendidikan mengalami keadaan cukup parah, karena baik sarana maupun prasaranannya termasuk antara lain gedung-gedung sekolah, alat pengajaran dan guru-guru keadaannya sangat menyedihkan. Sebagian dari gedung-gedung sekolah dimusnahkan oleh badan-badan perjuangan dan diantaranya ada juga yang untuk seterusnya dipakai sebagai kantor umum atau diduduki tentara. Alat pelajaran pun banayak hilang atau rusak, sedangkan guru-guru banyak meninggalkan lapangan pendidikan untuk memasuki dinas ketentaraan.
Beberapa badan usaha merencanakan pembaharuan di bidang pendidikan dan menyerahkan bahan-bahan sistem pendidikan yang bersifat nasional. Yang baru ditentukan adalah dasar pendidikan berlandaskan Pancasila yang merupakan falsafah negara, kendati baru pada penentuan saja karena belum lagi diterangkan begaimana mendudukan dasar itu pada tiap-tiap pelajaran. Pada tanggal 29 Desember 1945 Badan Pekerja KNIP mengusulkan kepada kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan supaya segera mungkin mengusahakan agar pembaharuan pendidikan dan pengajaran dijalankan sesuai dengan rencana pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran baru[6]. Adapun pokok-pokok pengajaran tersebut adalah:
Untuk menyusun masyarakat baru perlu adanya perubahan pedoman pendidikan dan pengajaran. Paham perseorangan yang hingga kini berlaku haruslah diganti dengan paham kesusilaan dan peri kemanusiaan yang tinggi. Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab.
Untuk memperkuat persatuan rakyat kita hendaknya diadakan satu macam sekolah untuk segala lapisan masyarakat.
Metode yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasarkan sistem sekolah kerja agar aktivitas rakyat kita kepada pekerjaan bisa berkembang seluas-luasnya. Lain dari perguruan-perguruan biasa hendaklah diadalkan perguruan orang dewasa yang memberi pelajaran pemberantasan buta huruf dan seterusnya hingga bersifat Taman Imu Rakyat.
Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur seksama, hingga cukup mendapat perhatian yang semestinya dengantidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. Madrasah dan pesantren-pesantren yang pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang sudah berurat bakar dalam masyarakat Indonesia umumnya.
Pengajaran tinggi hendaknya diadakan seluas-luasnya dan jika perlu dengan menggunakan bantuan bangsa asing sebagai guru besar. Lain dari hal itu hendaklah diusahakan berlakunya pengiriman pelajar-pelajar ke luar negeri untuk keperluan negara.
Kewajiban belajar dengan lambat laun dijalankan dengan ketentuan bahwa dengan tempo yang sesingkat-singkatnya paling lama 10 tahun, bisa berlaku dengan sempurna dan merata.
Pengajaran tekhnik dan ekonomi terutama pengajaran pertanian, industri, pelayaran dan perikanan hendaklah mendapat perhatian istimewa.
Pengajaran kesehatan dan olahraga hendaklah tertur sebaik-baiknya hingga terdapat kemudian hasil kecerdasan rakyat yang harmonis.
Di sekolah Rendah tidak dipungut uang sekolah. Untuk sekolah Mengah dan Perguruan Tinggi hendaklah diadakan aturan pembayaran dan tunjangan yang luas, sehingga soal keuangan jangan menjadi halangan bagi pelajar-pelajar yang kurang mampu.
Sebelum diundangkan Undang-Undang No 4 tahun 1950 mengenai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah oleh presiden RI dan Menteri PP dan K yaitu S. Mangunsarkoro, pemerintah tela melakukan berbagai usaha di lapanganan pendidikan. Usaha-usaha tersebut adalah:
Sejak Panitia Persiapan Kemerdekaan pada zama Jepang telah terdapat didalamnya. Sub Panitia Pendidikan dan Pengajaran yang bertugas merumusakn rencana cita-cita dan usaha-usaha pendidikan dan pengajaran seperti telah di kemukakan.
Setelah proklamasi kemrdekaan, di dalam UUD 1945 dicantumkan pula pasal tentang pendidikan, yakni pasal 31 yang diuraikan lebih lanjut dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP).
Tahun 1946, Menteri Pendiika Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan Pengajaran yang berugas meninjau kembali dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan dan pengajaran
Tahun 1947 diadakan kongres pendidikan Indonesia di Solo
Tahun 1948 menteri PP dan K membentuk panitia pembentukan rencana UUPP yang bertugas menyusun rencana UUPP.
Tahun 1949 kongres pendidikan di Yogyakarta dengan tugas merumuskan dasar-dasar pendidikan dan lain-lain.
Tahun 1950 rencana UUPP diterima oleh BPKNIP dengan suara terbanyak. Setelah disahkan oleh Acting Presiden dan Menteri PP dan K maka RUU itu diresmikan menjadi Undang-undang No 4 Tahun 1950 dengan nama undang-undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Pada masa peralihan antara tahun 1945-1950 bangsa Indonesia merasakan barbagai kesulitan baik di bidang sosial ekonomi, politik maupun kebudayaan, termasuk pendidikan.
Pada zaman penjajahan, kesempatan memperolah pendidikan bagi anak-anak Indonesia sanagat terbatas. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah hanya beberapa persen saja yang sempat menikati sekolah, sehingga sisanya lebih dari 90% penduduk Indonesia masih buta huruf. Keadaan seperti sudah tentu menjadi beban yang berat sekali bagi pemerintah untuk segara dapat mengatasinya. Sementara itu anatara tahun 1945-1950 telah beberapa kali terjadi pergantian menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, yaitu:
19 Agustus 1945-14 Nopember 1945 :Ki Hajar Dewantoro.
14 Nopember 1945-12 Maret 1946: Mr. Dr. TGSG. Mulia
12 Maret 1946-2 Okober 1946: Moh. Syafe’i
2 Oktober 1946 – 27 Jubi 1947: Mr. Suwandi
3 Juli 1947-4 agustus 1949: Mr. Ali Sastroamidjojo.
4 Agustus 1949-6 Sepetember 1950: S. Mangunsakoro.
Dengan singkatnya para menteri tersebut bertugas maka usaha-usaha untuk mengadakan perubahan atau perbaikan tidaklah dapat dirasakan tetapi bebrapa usahanya yang diketuai adalah pembukaaan Sekolah Guru A, Sekolah Guru B, dan Sekolah Guru C yang masing-masing lama pendidikannya 6 tahun, 4 tahun dan 2 tahun sejak tamat sekolah rendah.
Menteri Suwandi dengan keputusan No. 104/Bhg-0/1946 tanggal 1 Maret 1946 telah membentuk suatu panitia penyelidik pengajaran yang dipimpin oleh Ki Hadjar Dewantara dan sekretarisnya Soegarda Purbakawatja yang bermaksud untuk mengatur-mengatur sekolah. Panitia ini selanjutnya menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat yang akhirnya telah menghasilkan pengaturan pendidikan dan pengajaran mulai dari pendidikan untuk anak desa sampai kota dan pendidikan umum kejuruan. Tugas yang diembankan kepada panitia ini adalah :
Merencanakan susunan baru dari tiap-tiap macam sekolah
Menetapkan bahan-bahan pengajaran dengan menimbangkan keperluan yang praktis dan jangan terlalu berat.
Menyiapkan rencana-renacana pelajaran untuk tiap-tiap sekolah.
Tujuan pendidikan serta permasalahan yang dihadapi
Tujuan pendidikan pada waktu itu dirumuskan untuk mendidik warga negara yang sejati, sedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara dan masyarakat. Dengan kata lain tujuan pendidikan pada masa itu penekanannya pada penanaman semanagat patriotisme.
Penanaman semangat patriotisme sebagai tujuan pendidikan memang sesuai dengan situasi pada waktu itu. Negara dan bangsa Indonesia sedang mengalami perjuangan fisik dan sewaktu-waktu pemerintah kolonial Belanda masih berusaha untuk menjajah kembali negara Indonesia. Maka dengan semanat itu, kemerdekaan dapat di pertahankan dan diisi.
Sifat-sifat kemanusiaan dan kewarganegaraan seabagai dasar pengajaran dan pendidiikan di negara republik Indonesia yang menjadi dasarnya berintisarikan pancasila, Sifat-sifat itu meliputi:
Perasaan bakti kepada Tuhan YME
Perasaan cinta kepada Alam
Perasaan cinta kepada Negara
Perasaan cinta dan hormat kepada Ibu dan Bapak
Perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan
Perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut pembawaan dan kekuatannya.
Keyakinan bahawa orang menjadi sebagian yang tak terpisahkan dari keluarga dan mayarakat.
Keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama harganya, sebab itu berhubungan sesama anggota masyarakat harus bersifat hormat menghormati, berdasarkan atas ras keadilan dengan berpegang teguh atas harga diri sendiri.
Keyakinan bahwa negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, tahu pada kewajiban, jujur dalam pikiran dan tindakannya.
Undang-undang dasar 1945 diganti dengan konstitusi sementara Republik Indonesia Serikat, walaupun demikian landasan idil pendidikan tetap tidak mengalami perubahan tetapi tujuan pendidikan.
Dalam UU No 4/1950 Bab II, pasal, tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarkat dan tanah air.
Struktur persekolahan dan Kurikulum Pendidikan pada masa awal kemerdekaan
Tata susunan persekolahan sesudah Indonesia merdeka yang berdasarkan satu jenis sekolah untuk tiga tingkat pendidikan seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan sedangkan rencana pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam bahsa Indonesia yang sudah dirintis sejak jaman Jepang.
Adapun susunan persekolahan dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-1950 adalah sebagai berikut:
Pendidikan Rendah
Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang disebut dengan Sekolah Rakyat (SR) lama pendidikannya semula 3 tahun. Maksud pendirian SR ini adalah selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak bersekolah. Mengingat kurikulum SR diatur sesuai dengan putusan Menteri PKK tanggal 19 nopember 1946 NO 1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR dimana tekanannya adalah pelajaran bahasa berhitung. Hal ini dapat telihat bahawa dari 38 jam pelajaran seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah dan 17 jam berhitung untuk kelas IV< V dan VI. Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di seluruh Indonesia.
Pendidikan Guru
Dalam periode antara tahun 1945-1950 dikenaltiga jenis pendidikan guru yaitu:
Sekolah Guru B (SGB) lama pendidikan 4 tahun dan tujuan pendidikan guru untuk sekolah rakyat. Murid yang diterima adalah tamatan SR yang akan lulus dalam ujian masuk sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas I,II,III sedangkan pendidikan keuruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas IV ini juga dapat diterima tamatan sekolah SMP,SPG dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang membawahinya sejumlah guru dan diantaranya merupakan tenaga tidak tetap karena memang sangat kekuarangan guru tetap. Adapun sistem ujian pelaksanaannya dipecah menjadi dua yaitu, perta ditempuh di kelas II dan ujian kedua di kelas IV.
Sekolah Guru C (SGC) berhubung kebutuhan guru SR yang mendesak maka terasa perlunya pembukaan sekolah guru yang dalam tempo singkat dapat menghasilkan. Untuk kebutuhan tersebut didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dan di kenal dengan sebutan SGC tetapi karena dirasakan kurang bermanfaat kemudian ditutup kembali dan diantaranya dijadikan SGB.
Sekolah guru A (SGA) karena adanya anggapan bahwa pendidikan guru 4 tahun belum menjamin pengetahuan cukup untuk taraf pendidikan guru, maka dibukalah SGA yang memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Disamping Itu dapat pula diterima pelajar-pelajar dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di SGA sama jenisnya dengan mata pelajaran yang diberikan di SGb hanya penyelenggaraannya lebih luas dan mendalam.
Pendidikan Umum
Ada dua jenis pendidikan Umum yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah Tinggi (SMT).
Sekolah Menengah Pertama (SMP) seperti halnya pada zaman jepang, SMP mempergunakan rencana pelajaran yang sama pula, tetapi dengan keluarnya surat keputusan menteri PPK thun 1946 maka diadakannya pembagian A dan B mulai kelas II sehingga terdapat kelas II A,IIB, IIIA dan IIIB. Dibagian A diberikan juga sedikit ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi lebih banayak diberikan pelajaran bahasa dan praktek administrasi. Dibagian B sebaliknya diberikan Ilmu Alam dan Ilmu Pasti.
Sekolah Menengah Tinggi (SMT): Kementerian PPK hnaya mengurus langsung SMAT yang ada di jawa terutama yang berada di kota-kota sperti: Jakarta,bandung, semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Cirebon. SMT di Luar Jawa berada di bawah pengawasan pemerintah daerah berhubung sulitnya perhubungan dengn pusat. SMT merupakan pendidikan tiga tahun setelah SMP dan setelah lulus dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Mengenai rencana pelajaran belum jelas, dan yang diberikan adalah rencana pelajaran dalam garis besar saja. Karena pada waktu itu msaih harus menyesuaikan dengan keadaan zaman yang masih belum stabil. Demikian rencana pembelajaran yang berlaku yaitu: (1) isinya memenuhi kebutuhan nasional, (2) bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia, (3) mutunya setingkat dengan SMT menjelang kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan oleh masing-masing sekolah selama belum ada ujian negara, tetapi setelah tahun 1947 barulah berlaku ujian negara tersebut.
Pedidikan Kejuruan
Yang dimaksud dengan pendidikan kejuruan adalah Pendidikan ekonomi dan pendidikan kewanitaan:
Pendidikan ekonomi: pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi atau pembukuan, sedangkan penyelenggaraan sekolah dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur sekolah dagang.
Pendidikan Kewanitaan: sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri (SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama pelajaranya empat tahun setelah SMP atau SKP.
Pendidikan Teknik
Seperti sekolah lain, keadaan Sekolah Teknik tidaklah teratur karena disamping pelajarnya sering terlibat dalam pertahanan negara, sekolah tersebut kadang-kadang juga dipakai sebagai pabrik senjata. Sekolah Teknik di Solo misalnya, dikerahkan untuk membuat senjata yang sangat diperlukan kendali apaadanya. Adapun sekolah-sekolah teknik yang ada pada masa itu ialah:
Kursus Kerajinan Negeri (KKN): sekolah/kursus in lamamnya satu tahun lamanya dan merupakan pendidikan teknik terendah berdasarkan SR enam tahun. KKN terdiri atas jurusan-jurusan: kayu, besi,anyaman.perabot rumah, las dan batu.
Sekolah Teknik Pertama (STP): bertujuan mendapatkan tenaga tukang yang terampil tetapi disertai dengan pengetahuan teori. Lama pendidikan ini dua tahun sesudah SR dan terdiri atas jurusam-jurusan: kayu, batu, keramik, perabot rumah, anyaman, besi ,listrik, mobil, cetak, tenun kulit, motor, ukur tanah dan cor.
Sekolah Teknik (ST): bertujuan mendidik tenaga-tenaga pengawasan bangunan. Lama pendidikan dua tahun stelah STP atau SMP bagian B dan meliputi jurusan-jurusan: bangunan gedung, bangunan air dan jalan, bangunan radio, bangunan kapal, percetakan dan pertambangan.
Sekolah Teknik menengah (STM): bertujuan mendidik tenaga ahli teknik dan pejabat-pejabat teknik menengah. Lama pendidikan empat tahun setelah SMP bagian B atau ST dan terdiri atas jurusn-jurusan: bangunnan gedung, bangunan sipil, bangunan kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan listrik, bangunan mesin kapal, kimia, dan pesawat terbang.
Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik: untuk memenuhi keperluan guru-guru sekolah teknik, dibuka sekolah/kursus-kursus untuk mendidik guru yang menghasilkan:
Ijazah A Teknik (KGSTP) guna mengajar dengan wewenang penuh pada STP dalam jurusan: bangunan sipil, mesin, listrik dan mencetak.
Ijazah B I Teknik (KGST) untuk mengajar dengan wewenang penuh pada ST/STM kelas I dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung-geung dan mesin.
Ijazah B II Teknik guna mengajar dengan wewenang penuh pada STM dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung, mesin dan listrik.
Pendidikan Tinggi
Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi pendidikan tinggi semakin terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat. Lembaga pendidikan ini berkembang pesat tetapikarena adanya pelaksanaannya di lakukan perjuangan fisik maka perkuliahan kerap kali di sela dengan perjuangan garis depan.
Lembaga pendidikan yang ada adalah Universitas Gajah Mada, beberapa sekolah tinggi dan akademi di Jakarta (daerah kependudukan) Klaten, Solo dan Yogyakarta.
Sistem persekolahan Serta tujuan dari masing-masing tingkat pendidikan diatas diatur dalam UU No 4 Th 1950 bab V pasal 7 sebagai berikut:
Tentang jenis pendidikan dan pengajaran dan maksudnya.
Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan jasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah
Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan jasmani kanak-kanak, memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan bakat dan kesukaannya masing-masing dan memberikan dasr-dasar pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan baik lahir maupun batin.
Pendidikan dan pengajaran menengah umum (umum dan vak) bermaksud melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah-sekolah rendah untuk mengembangkan cara hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat atau mempersiapkannya bagi pendidikan dan pengajaran tinggi.
Pendidikan dan pengajaran timggi bermaksud memberikan kesempatan kepada pelajar untuk menjadi orang yang dapat memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan
Pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat memliki hidupnya lahir batin yang layak.
Pendidikan Tinggi Republik
Perkembangan pendidikan tinggi sesudah proklamasi kendati mengalami berbagai tantangan, tetapi tidak juga dapa dipisahkan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan merupakan salah satu kekuatan dari seluruh kekuatan rakyat Indonesia. Sejak awal kemerdekaan di Jakarta pada waktu merupakan daerah pendudukan Belanda, berdiri sekolah Tinggi kedokteran sebagai kelanjutan Ika Daigaku zaman Jepang. Pada bulan Nopember 1946 dibuka pula Sekolah Tinggi Hukum serta filsafat dan sastra. Setelah aksi agresi militer I kedua lembaga pendidikan tinggi terakhir in di tutup oleh belanda sehingga secara resmi sudah tidak ada lagi, dengan demikian pendidikan tinggi waktu itu terpecah menjadi dua yaitu pendidikan tinggi republik dan Pendidikan tingkat tinggi pendudukan belanda. Tetapi kuliah-kuliah masih dilanjutkan di rumah-rumah dosen sehingga merupakan semacam kuliah privat. Sebelum agresi militer I di Malang terdapat pula lembaga pendidikan tinggi republik, dengan adanya. Demikian pula terdapat sekolah tinggi kedokteran hewan sekolah tinggi teknik di Bandung dipindahkan ke Yogyakarta[10]. Sementara itu daerah Republik Indonesia sendiri terdapat lembaga-lembaga pendidikam tinggi sebagai berikut:
Di Yogyakarta
Universitas Gajah Mada dengan fakultas-fakultas:
Hukum dnegan masa 4 tahun kuliah
Sastra dan Filsafat dengan masa 5 tahun kuliah
Sekolah tinggi islam Indonesia dalm bidang studi:
Ilmu Ke-Tuhanan (Usuludin)
Ilmu pendidikan
Ilmu Hukum
Ilmu ekonomi
Sekolah Tinggi Teknik dengan masa 4 tahun kuliah dengan jurusan:
Teknik sipil
Eklektro
Kimia
Akademi politik
Akademi polisi
Di Klaten
Sekolah Tabib (kedokteran) Tinggi, hanya sampai tingkatan kandidat.
Sekolah Tinggi Farmasi
Sekolah Tinggi Pertanian.
Di Solo
Sekolah Tabib (Kedokteran) Tinggi, tingkat doktoral sebagai kelanjutan dari sekolah Tinggi di klaten.
Pendidikan Tinggi di Daerah Pendudukan Belanda
Atas prakarsa pihak belanda pada bulan Januari 1946 didirikan suatu universitas darurat (NOOD Universiteit) yang terdiri dari lima fakultas yaitu fakultas-fakultas kedokteran, hukum, sastra dan filsafat dan pertanian di jakarta dan fakultas teknik di bandung.
Pada bulan Maret 1947 oleh pemerintah belanda secaea resmi nama universitas darurat diganti dengan nama Universitas Indonesia (Universiteit Van Indonesie). Oada Tahun 1947 juga universitas tersebut di perluas dengan fakultas ilmu pasti dan alam di Bandung, kedokteran hewan di Bogor, Kedokteran di Surabaya dan Ekonomi di maksar (Ujung Pandang). Pada Bulan maret 1948 fakutas pertanian di pindahkan ke Bogor.
Perkembangan Pendidikan Pada Masa Orde Lama (1950-1966)
Masa revolusi pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya. Pada masa revolusi sangat terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayang sekali pada akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik. Pada masa itu dimulai pendidikan indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama. Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas.
Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde Lama. Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan keterbatasaan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.
Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas social.] Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak pemikir-pemikir yang lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan betul-betul dibuka dan tidak ada yang mendikte peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan politik sektoral tertentu untuk menjadikan pendidikan sebagai alat negara maupun kaum dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata:
“….sungguh alangkah hebatnya kalau tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat ‘menurunkan’ kebangunan ke dalam jiwa sang anak,
Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan sistem “among” berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa” dan semboyan “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” pada 1950 diundangkan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu UU No. 4/1950 yang kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 diundangkan UU No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok Sitem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.
Posisi Siswa sebagai Subjek dalam Kurikulum Orde Lama
Jika kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum di antaranya:
1) Rentang Tahun 1945-1968
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara.
2) Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan
3) Kurikulum 1964
Fokus kurikulum 1964 adalah pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca wardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah lingkup praksis. Dalam pengertian bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa dalam masyarakat.
Pendidikan diberi prioritas utama dan jumlah lembaga pendidikan meningkat secara drastis. Antara tahun 1953-1960 jumlah anak yang mamasuki sekolah dasar meningkat dari 1,7 juta menjadi 2,5 juta orang. Tetapi sekitar 60% dari jumlah itu keluar sebelum tamat. Sekolah-sekolah lanjutan negeri dan swasta (kebanyakan sekoah agama) dan lembaga-lembaga tingkat universitas bermunculan dimana-mana, tetapi terutama sekali di Jawa dan banyak yang menacapai standar yang tinggi. Dua keuntungan penting dari perluasan pendidikan ini segera tampak nyata. Pada tahun 1939 jumlah orang dewasa yang melek huruf adalah 7,4% sedangkan pada tahun 1961 jumlahnya sudah mencapai 46,7% dari jumlah anak-anak diatas usia 10 tahun (56,6% di Sumatera dan 45,5 di Jawa). Untuk penduduk laki-laki berusia antara 10-19 tahun jumlahnya diatas 76%. Angka-angka ini belum menunjukkan prestasi yang hebat sejak zaman belanda. Lalu pemakaian bahasa Indonesia di seluruh sistem pendidikan dan juga semua komunikasi resmi dan media masa, benar-benar menetapkan kedudukan sebagai bahasa nasional.
Dalam masa transisi yang singkat RIS menjadi RI tidak memungkinkan pemerintah melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang komprohensif yang berlaku untuk seluruh tanah air. Belanda meninggalkan sekolah kolonial di daerah yang dikuasai oleh pemerintah RI telah mulai dilaksanakan sistem pendidikan pendidikan yang direncanakan akan berlaku secara nasional dengan segala kemampuan yang terbatas.
Setelah RIS terbentuk pada bulan Desember 1949 pemerintah RIS dan pemerintah RI yang menjadi inti dari negara kesatuan dan mempunyai aparat relatif paling lengkap menandatangani suatu “Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia”[16]. Piagam ini ditanda tangani oleh Perdana Menteri Republik Indonesia Drs. Moh Hatta dan perdana menteri Republik Indonesia Dr. A Halim pada tanggal 19 Mei 1950. Isinya adalah:
Menyetujui dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama-sama melaksanakan Negara Kesatuan sebagai penjelmaan dari pada RI berrdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945.
Sebelum diadakan perundang-undangan kesatuan maka undang-undang dan pengaturan yang ada tetap berlaku akan tetapi dimana mungkin diusahakan supaya perundang-undangan RI (dahulu) berlaku.
Menyetujui pembentukan suatu panitia yang bertugas kewajuban menyelemnggarakan segala persetujuan untuk menyelesaikan kesukaran-kesukaran diperbagai lapangan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Atas dasar piagam ini ada kaitan khusus dengan penyelenggraan pendidikan dan pengajaran Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RIS dan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI mengadakan “pengumuman Bersama pada tanggal 30 Juni 1950 yang bertujuan untuk sementara tahun ajaran 1950/1951 sistem pengajaran yang berlaku dalam RI dahului berlaku untuk seluruh Indonesia sampai sistem itu ditinjau kembali. Adapun isi pengumuman sementara tersebut adalah:
Mengenai Susunan Sekolah-Sekolah Negeri:
Sesudah libur puasa ini (untuk tahun penmgajaran 1950-1951) sementara sistem pengajaran yang berlaku dalam RI dijalankan di seluruh Indonesia. Kemudian, (dalam waktu singkat) sistem itu akan ditinjau kembali.
Mengenai Sekolah-Sekolah Partikelir
Pemerintah mengenal warganegara dan orang asing.
Bagi semua warganegara diselenggarakan pendidikan sekolah Negeri menurut undang-undang dengan memperhatikan sepantasnya kepentingan-kepentingan khusus mereka antara lain yang mengenal bahasa rumah.
Bagi orang asing tidak didirikan sekolah-sekolah negeri, tetapi diberi kesempatan untuk menyelenggarakan sekolah menurut kebutuhannya.
Sementara kemungkinan bagi sekolah-sekolah orang asing bangsa belanda untuk memperoleh bantuan dari pemerintah berdasarakan ketentuan: “ Selama 2 tahun sesudah 27-12-1949 setidak-tidaknya kepada Sekolah Rendah diberi bantuan berupa tenaga guru sebanyak-banyaknya seperdua dari formasi guru sekolah yang bersangkutan menurut ukuran yang berlaku untuk sekolah-sekolah rendah negeri.
Sekolah-sekolah partikelir yang mengikuti rencana pelajaran pemerintah dapat diberi subsidi menurut perturan negeri untuk pemberian subsidi kepada sekolah partikelir.
Semua sekolah partikelir harus memberikan Bahasa Indonesia sekurang-kurangnya sebagai mata pelajaran.
Pemerintah mengawasi semua sekolah partikelir.
Organisasi dan Administrasi Pendidikan
Pemerintah negara kesatuan menugaskan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) sebagai organisasai yang meneyelenggarakan administrasi pendidikan dan pengajaran di seluruh tanah air[17]. Adapun yang menjadi tugas utama dari kementerian PP dan K adalah :
Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah dari tingkat yang paling rendah (Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar) sampai kependidikan Tinggi (Perguruan Tinggi). Mengenai pendidikan Tanam kanak-kanak, kementerian hanya memberikan bantuan terbatas pada apersonalia tenaga pengajar dan alat-alat pelajaran sedangkan untuk pendidikan Luar Biasa menjadi langsung tanggung jawab pemerintah.
Meneyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di luar sekolah bagi orang-orang dewasa.
Memelihara dan menegmbangkan kebudayaan bangsa sebagai dasar pendidikan di dalam dan di luar sekolah.
Atas dasar tugas-tugas itu maka berdasarkan surat keputusan kementerian PP dan K nomor 4223/kab. Tanggal 15 Februari 1951 dan berlaku surut mulai 1 Oktober 1950 dibentuklah jawatan pengajaran yang menangani pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah, Jawatan pendidikan mayarakat untuk orang-orang dewasa dan jawatan yang bertugas selain memelihara dan mengembangkan kebudayaan juga memelihara peninggalan-peninggalan sejarah. Jawatan perlengkapan yang menyediakan perlengkapan pendidikan dan pengajaran. Selain itu dibentuk Biro Perguruan Tinggi dan biro Hubungan Luar Negeri dalam rangka kerjasama dengan UNESCO: Balai penyelidikan dan perancang pendidikan dan pengajaran (BP4) untuk penelitian, majelis ilmu pengetahuan Indonesia (MIPI) kemudian menjadi LIPI yang bertugas melakukan penelitian pada umumnya.
Perubahan Sekolah-sekolah
Setelah RIS kembali kenegara kesatuan RI, jawatanm inspeksi pengajaran kementerian PP dan K di Yogyakarta pada tanggal 25 Agustur 1950 menegluarkan kepputusan menegani perubahan sekoah-sekolah yang dilaksanakan di daerah-daerah RI. sejak tahun ajaran 1949/1950. Sekolah-sekolah dibagi-bagi atas enam kelompok: model-model sekoah yang berasal dari masa sebelum kembali kenegara keatuan di bekas-bekas daerah-daerah ferdeal atau pendudukan Belanda yang pada dasarnya menurut model kolonial diubah dan disesuaikan dengan sistem pendidikan dan pengajaran nasional. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut:
Sekolah Rakyat
Sekolah Rakyat Negeri
Semua S.R negeri harus menjadi sekolah luar biasa dengan bahasa Indonesia senagai bahasa pengantar.
Kelas-kelas pemulihan dibuka untuk murid-murid SR yang tadinya memakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar:
Kelas-kelas pemulihan ini boleh memakai bahas Belanda sebagai bahasa pengantar dengan keterangan bahwa selekas mungkin harus dialihkan ke bahasa Indonesia.
Di kota-kota besar seperti kelas-kelas pemulihan mungkin menjadi sekolah yang berdiri sendiri.
Sekolat rakyat Partikulir
Bersubsidi
Bahasa pengantar bahasa Indonesia
Harus memakai rencana pelajaran SR Negeri dan boleh menembah pelajaran lain dengan persetujuan kemeterian PP dan K.
Tak bersubsidi
Bahas pengantar sesukannya
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang diwajibkan
Hak pengawas ada pada pemerintah.
Istimewa
Bahasa pengantar adalah bahasa Belanda
Untuk anak-anak warga negara Belanda yang bekerja pada pemerintah Indonesia.
Tunjangan guru dari pemerintah berdasarkan jumlah murid.
Boleh menerima anak-anak warga negara asing
Sekolah Menegah (S.M), atau Middelbare School(M.S).
SMP Negeri:
SMP 4 tahun diubah menjadi SMP 3 tahun:
Murid-murid kelas IV yang lulus masuk kelas II. SMA, murid-murid kelas IV yang tak lulus kembali ke kelas III.
Murid-murud kelas III: Menempuh ujian penghabisan, SMP 3 tahun dan sesudahnyas masuk ke kelas I SMA. Dan yang tidak lulus tetap di kelas III SMP 3 tahun.
Murid-murid kelas III yang naik kelas VI (didaerah-daerah yang digabungkana kepada RI sesudah diusakana April 1950 diusahakan: (1) masuk kekelas I SMA dengan percobaan, (2) kalau terbukti tidak mungkin dikembalikan kekelas III SMP.
M.S (Middelbare School) Negeri:
M.S 4 tahun menjadi SMP 3 tahun perubahan sesuai dengan perubahan terhadap SMP 4 tahun ditambah dengan pergantian bahasa pengantar.
SMP/MS Partikelir
Baik yang bersubsidi tidak megikuti peraturan yang biasa berlaku untuk sekolah rakyat.
Voorbereidens Hogere Ondereijs (V.H.O), Alagemene Middelbere School (A.M.S), Hogere Burgere School (H.B.S) dan Middelbare Handels School (M.H.S):
Voorbereidens Hogere Ondereijs (V.H.O),
Kelas-kelas VHO menjadi kelas-kelas istimewa SMA dalam praktek VHO seluruhnya diubah menjadi SMA istimewa.
Murid-murid kelas II pada akhir tahun pelajaran 1949/1950 menempuh ujian penghabisan RIS
Murid-murid yang anak kelas II masuk kelas III . Sma bersama-sama dengan mereka kelas I VHO yang tidak naik masuk kelas II SMA.
Alagemene Middelbere School (A.M.S)
Menjadi SMA kelas-kelasnya menjadi kelas-kelas SMA yang setingkat.
Hogere Burgere School (H.B.S)
Herstel HBS dihapuskan menjadi SMA A/B.
Corcondante HBS menjadi usaha partikulir. Adapun perubahan herstel HBS menjadi SMA A/B adalah: (1) Murid-murid HBS yang naik kelas V masuk kelas III SMA A/B. (2) Murid-murid yang naik kelas IV masuk kekelas II dengan ujian ilmu pasti, alam, kimia kemudian ditambah ketarangan bahwa ujian dapat dilakukan sesudah di coba 3 bulan di kelas II.
Middelbare Handels School (M.H.S) menjadi SEM (Sekolah ekonomi Menegah)
Kelas IV menjadi kelas II SEM
Kelas V menjadi kelas III SEM:
Opleding Voor Voorbereidens Onderwijs (O.V.V.O), Normale School (O.N.S) dan Nieuwe KS (Kweek School)
Opleding Voor Voorbereidens Onderwijs (O.V.V.O), 2 tahun dimasukkan dalam SGB dengan keteranagan:
Murid-murid kelas II yang lulus ke praktek 10% pilihan ke SGB kelas III.
Yang naik ke SGB kelas III
Yanh masuk SGB kelas I
Normale School (O.N.S) 2 tahun (dasar SM 2 tahun) menjaaadi SGB:
Kelas II yang lulus ke paktek yang tak lulus masuk SGB kelas IV.
Kelas I yang naik masuk SGB kelas IV yang tak naik kelas SGB kelas III.
Nieuwe KS (Kweek School) menjadi SGA
Sekolah Tinggi Pertukangan (S.ptk). Sekolah Teknik (ST) dan (Middelbare Tehnische School) MTS.
Sekolah Tinggi Pertukangan (S.ptk) biasa dengan ditambah pelajaran ilmu pasti
Sekolah Teknik (ST) manjadi St hanya persesuaian bahasa dan rencana pelajarannya.
Middelbare Tehnische School (MTS) menjadi STM dengan catatan:
STM federal yang 4 tahun akan dijadikan 3 tahun.
STM RI yang 3 tahun mungkin akan kembali ke 4 tahun.
SD I, SD II dan SD III
SD I, menjadi SD 3 tahun
SD II:
Murid-murid kelas I naik ke kelas II boleh menempuh ujian penghabisan SD yang tak lulus dan tak menempuh ujian masuk kelas III SD.
Kelas II belum ada.
SD III menjadi SEM.
SKG, SKG, SPNS dan GOSVO
SKG dan SPNS 2 tahun menjadi SKP 3 tahun
Murid-murid kelas SKG kelas I yang naik ke kelas II masuk ke kelas SKP
Murid-murid SKG kelas II yang lulus tak ada kemungkinan untuk masuk kelas III SKP.
GOSVO (goverment Opleiding Schoool Vooor Onderwijzeres) diubah menjadi SGKP.
Pelaksanaan UU Pokok Pendidikan dan Pengajaran
Mengenai pelaksanaan UU No 4 tahun 1950 (juncto UU no 12 tahun 1954) dapat dilihat pada beberapa jenis pendidikan dan kegiatannya yaitu:
Pendidikan Jasmani
Di indonesia departemen olahraga menegejar prestasi olahraga. Sikap ambivalensi ini dapat dilihat dari UGM yang memasukkan jurusan pendidikan jasmani dalam fakultas sastar. Pendagogik dan filsafat yang berarti dalam ilmu kerohanian (Geiisteswissenshafft). Di UI yang aakademi pendidian jasamaninya ada di bandung dimasukkan dalam fakultas kedokteran artinya digolongkan dalam ilmu alam (naturrwissenchafft)
Pendidikan Orang Dewasa
Pendidikan orang dewasa ini lebih dikenal dengan pendidikan masayarakat yang diselenggarakan oleh jawatan pendidikan masyarakat. Kegiatan pendidikan masyarakat ditentukan menurut kebjakan pemerintah berdasarkan atas surat keputusan menteri PP dan K tanggal 15 Februari 1961 Nomor 4223/Kab. Dalam pasal 17 disebutkan:
Merencanakan, memimpin, menggiatkan dan mengawasi pembrantasan buta huurf.
merencanakan, memimpin, menggiatkan dan mengawasi pengetahuan umum (KPU)
Mengusahakan buku-buku untuk mengisi perpustakaan rakyat.
Mengikuti dan mrmbantu perkembanagan gerakan pramuka
Mengusahakan buku-buku pimpinan dan pelajaran untuk pemberantasan buta huruf, serta buku-buku dan majalah-majalah untuk memelihara dan memperdalam kecakapan membaca dan menulis
Memimpin dan mengawasi pendidikan jasmani di luar sekolah
menyelenggarakan kursus-kursus kader untuk pendidikan masyarakat.
memajukan dan membantu gerakan kepanduan
membantu inisiatif masyarakat untuk memajukan kaum wanita.
Pada bulan Agustus 1955 diadakan konferensi Pendidikan masyarakat yang telah membuat keputusan: “mengusahakan memelihara hubungan baik dan sehat dengan masyarakat dan instansi/ badan-badan yang mempunyai tugas sama/sejenis dalam pembinaan dan pembangunan masyarakat atas dasr pekerjaaan terhadap pejabat-pejabat dan instansi-instansi pendidikan masyarakat.
Pendidikan Luar Biasa
Berdasarkan surat keputusan menteri PP dan K nomor /Kab. Tanggal 9 Agustus 1953 jawatan pengajaran membentuk sebuah instansi urusan Pendidikan Luar Biasa yang bertugas “mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan luar bias di Indonesia”. Inspeksi pendidikan guru pun mempunyai “inspeksi sekolah guru luar biasa” yang ditandatangani oleh Pendidikan Luar Biasa ini ilaha para tuna netra, tuna rungu, tuna wicara dan lemah ingatan bahkan anak-anak cacad tubuh seperti Yayasan Pemeliharaan Anak-Anak Cacad dari Dr. Soeharso. Kebanyakan pendidikan semacam ini banyak dikelola oleh yayasan-yayasan sedangkan pemerintah turut memberi bantuan material, fungsional dan tenaga pengajar.
Pendidikan Guru
Pada tahun 1951 jawatan pengajaran telah membuat rencana 10 tahun kewajiban belajar. Diperkirakan pada tahun itu jumlah anak yang ersekolah kira-kira sebesar 5.921.200. Untuk itu diperkirakan diperlukan tenaga guru sebesar 118.424 orang. Untuk maksud tersebut diperlukan pengadaan guru yamg amat mendesak. Sehubungan dengan itu kementerian PP dan K melalui kerjasama PGRI menyelenggarakan pendidikan guru darurat yaitu berupa kursus-kursus yang berbnetuk kursuss pengajar untuk kursusu pengantar kewajiban balajar atau di singkat KPKPKB. Di setiap kabupaten terdapat dua KPKPKB dengan masing-masing murid 80 orang.
Pendidikan kejuruan
Setelah Indonesia merdeka pendidikan kejuruan masih elatif terbelakang dibandingkan debgabn pendidikan umum. Kendala-kendalanya anrara lain karena pendidikan umum masih menjanjikan kemungkinan untuk memperolah pendidikan setinggi-tingginya disamping itu lowongan pekerjaan ketika itu masih terbuka. Selain itu peralatan tidak mencukupi, tenaga pengajar kurang dan pemahaman masyarakat sendiri terhadap manfaat pendidikan kejuruan itu belum banyak sehingga mereka enggan menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah kejuruan.
Sehubungan dengan kurangnya alat pendidikan maka pada tahun 1951 pemerintah dengan bantuan luar negeri mencoba memesan alat-alat untuk sekolah teknik, tetapi setelah bantuan ada pelaksaaannya tidak lancar karena tidak ada tenaga yang menggunakannya dan infrastruktur berupa gedung masih belum tersedia.
Pendidikan wanita
UU Nomor 4 tahun 1950 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para kaum wanita untuk mengikuti semua jenis dan jenjang pendidikan sehiingga dapat menjamin kehidupan mereka dalam masyarakat sebagai WNI yang sederajat dengan kaum pria. Sehubungan dengan itu selain sekolah-sekoah umum yang dapat diikuti oleh kaum wanita sampai ke jenjang setinggi-tingginya. Ketika itu pemerintah menyelenggarakan pula pendidikan-pendidikan kejuruan wanita seperti Sekolah Kepandaian Puteri (SKP) dan Sekolah Guru kepandaian Puteri (SGKP). Di SKP dibuka kejuruan-kejuruan seperti menjahit, memasak, kerajianan tangan, memimpin rumah tangga, mengasuh anak.
Pendidikan Agama
Berdasarkan peraturan bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama maka di setiap sekoah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama sebanyak dua minggu sekali saejak di kelas IV kecuali untuk lingkungan istimewa diberikan sejak kelas I. Pendidikan agama diberikan menurut agama murud masing-masing. Guru-guur agama diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama serta biaya pendidikan di tanggung oleh kementerian agama. Yang nantinya sistem ini juga berlaku di sekolah-sekolah swasta jika pengurusnya mengkehendakinya dan orang tua murid memintanya.
Pendidikan Tinggi
Dalam rangka pelaksanaan UU darurat Nomor 7 Ferbruari 1950, dibentuklah Universitas Indonesia dengan Ir. Surachman sebagai presiden (rektor) Universitas ini merupakan gabungan anatara balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia dengan Universiteit van Indonesie, termasuk cabang-cabangnya dari berbagai fakultas di Bogor, Bandung, Surabaya dan Makasar.
Pendidikan Swasta
Pada zaman koonial Belanda mengijinkan berdiri sekolah-sekolah swata yang diselenggarakan oleh misi katolik dan zending Protestan. Namun demikian terhadap masyarakat islam yang sejak lama mempunyai lembaga-lembaga pendidikan tersendiri seperti madrasah-madrasah, pemerintah kolonial melakukan kebijakan politik van onthouding (politik tidak campur).
Dalam masa kemerdekaan terutama dalam periode antara tahun 1950-1959 bermunculan sekolah swasta, baik yang baru berdri ataupun melanjutkan kembali sekolah-sekolah swata yang pernah ada sebelumnya. Sekolah-sekolah swata itu tidak ahnya atas dasar agama isalam seperti Muhamadiyah tetapi juga atas dasar aagama protestan dan katolik.
Meskipun ada lembaga pendidikan dari berbagai bidang dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak swata ini, pemerintah PP dan K tetap melakukan tugas koordinasi. Selain memberikan subsidi untuk sekolah swata yang belum memenuhi syarat, pemerintah juga menyediakan tenaga-tenaga pengajar untuk diperbantukan.
Pendidikan Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Tujuan Pendidikan
Dunia pendidikan tak dapat dilepaskan dari –pengaruh politik Manipol Usdek. Bahkan dapat dikatakan bahwa pemerintah sadar benar akan posisi pendidikan sebagai mekanisme rekayasa sosial, budaya.ekonomi dan politik karena itu tujuan pendidikan nasional serta upaya pendidikan tak mungkin dilepaskan dari konsep Manipol Usdek.
Tujuan dan upaya pendidikan sudah mulai ditujukan kepada pembentukan manusia yang diinginkan oleh konsep Manipol Usdek. Tujuan pendidikan adalah menanamkan jiwa yang memiliki kepeloporan dalam membela dan mengembangkan Manipol Usdek. Untuk itu perubahan kurikulum di lakukan. Mata pelajaran Civics menjadi mata pelajaran utama disetiap jenjang pendidikan. Dalam pelajaran itu dimasukkan ideologi yang sedang dikembangkan presiden Soekarno.
Artinya pelajaran Civics dapat dikatakan sebagai awal ideolaogi dalam pendidikan Indonesia. Keberadaan mata pelajaran yang memiliki misi demikian dipertahankan sehingga nantinya diperkenalkan mata kuliah Pendidikan Pancasila atau PMP dengan diisi misi pendidikan yang sama. Keberadaan mata pelajaran ini semakin kuat ketika adanya Tap MPRS dan GBHN yang menyatakan sebagai mata pelajaran wajib dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia.
Pada tahun 1959 pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan tidak menuju ke pembantukan manusia liberal yang dianggap sanagat bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia. Salah satu tugas revolusi untuk membangun manusia Indonesia yang tidak terjerusmus dalam mental “Liberal” dan yang bersendikan mental Manipol Usdek karena itu menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Prof. Dr. Prijono mengeluarkan instruksi menteri yang dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana”.
Dalam pendidikan Pancawardhana ini dinyatakan bahwa pendidikan berisikan prinsip-prinsip: perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air, moral nasional/internasional/keagamaan perkembangan kecerdasan, perkembangan emosional artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir-batin, perkembangan keprigelan atau kerajinan tangan, dan perkembangan jasmani. Selain itu sekolah juga harus melaksanakan hari krida (hari yang digunakan untuk kegiatan ekstra kurikuler yang penekanan utamanya pada sesuatu kegiatan yang meransang kegiatan fisik dan perasaan.
Dalam ketetapannya Nomor XXVII tahun 1966 (TAP XXVII/MPRS/1966 menetapkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk menghasilkan manusia pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang telah dikendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
Sesuai dengan perubahan tujuan pendidikan nasional maka kurikulum sekolah pun mengalami perubahan. Dikembangkan kurikulum baru yng dikenal dengan nama kurikulum 1968 sesuai dengan kurikulum keberlakuan kurikulum tersebut. Dalam kurikulum mata pelajaran Civics yang sudah diganti namanya mejadi Pendidikan Kewarganegaraan Negara. Pada dasarnya, pendidikan Kewargaan Negara berbeda dengan Civics. Dalam mata pelajaran ini dijalin mata pelajaran sejarah, geografi dan pengetahuan kewarganegara. Memang nantinya mata pelajaran ini pernah menjadi dua mata pelajaran dalam kurikulum 1975, yaitu Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Ilmu Pegetahuan Sosial (IPS). Pengetahuan kewarga negaran menjadi bagian dasar dari PMP sedangkan sejarah dan geografi menjadi bagian dari IPS.
Sistem dan Jenis Persekolahan
Pada masa antara tahun 1959-1966 jenjang pendidikan di Indonesia terbagi atas jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang pendidikan tinggi. Pada dasarnya pembagian yang demikian masih berlaku hingga sekarang.
Di jenjang pendidikan menengah pertama, sekolah yang memeberikan pendidikan umum adalah SMP, sedangkan sekolah yang memberikan pendidikan khusus dalam bidang tertentu beraneka yaitu untuk pendidikan teknik (ST), pendidikan ekonomi (SMEP), pendidikan kerumahtanggaan (AKKP) dan juga pendidikan guru (SGB). Nantinya pada mas orde baru tau te[patnya pada tahun 1984 pemerintah melalui keputusan presiden menghapuskan sekolah kejuruan yang mejadi bagian pendidikan menengah pertama ini sehingga jenjang ini memiliki anggota hanya SMP saja.
Sekolah guru bantu (SGB) sudah dihapuskan terlebih dahulu yakni pada tahun 1961. Adanya upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan guru Sr menyebabkan pemerintah menghapus SGB dan menambah jumlah SGA. Dengan demikian, SGA yang semula menjadi SMP pada masa ini sudah dikhususkan untuk menghasilkan guru SR. Pada tahun 1990 SGA dihapuskan dan tugas menghasilkan guru sepenuhnya dibebankan kepada IKIP/FKIP.
Di jenjang pendidikan menengah atas terdapat sekolah umum SMA. Sekolah kejuruan yang berada pada jenjang ini ialah sekolah menengah ekonomi (SMEA). Sekolah Teknik Menegah (STM) dengan berbagai jurusan. Sekolah Kesejahteran Keluarga Atas (SKKA), Sekolah Menengah Olahraga Atas (SMOA) dan Sekolah Guru Atas (SGA). Sekolah yang terakhir ini nantinya diubah menjadi Sekolah Pendidikkan Guru (SPG) sampai pada tahun 1990. Perubahan nama dari SGA menjadi SPG terjadi pada awal tahun 1964.
Di jenjang pendidikan tinggi berbagai akademi, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Jenis-jenis ini mengalami pasang-surut tetapi dengan dikeluarkannya UU No 2 tahun 1989, seluruh jenis yang pernah ada pada periode 1959-1966 dijamin kembali eksistensinya oleh UU tersebut. Pada kurun waktu yang dibicarakan disini, penataan pendidikan tinggi dilakukan berdasarkan udang-undang No 22 Tahun 1961 yang dikeluarkan atas nama RIS.
Perkembangan Sekolah Pada Masa 1959-1966
Perkembangan sekolah pada masa waktu itu ditandai oleh dua gejala. Partama ialah bertambahnya jumlah bangunan sekolah untuk setiap unit pendidikan. Kedua adalah penambahan jenis sekolah terutama untuk jenjang pendidikan menengah (pertama dan atas) dan perguruan tinggi.
Setiap tahun terjadi penambahan gedung SD untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin hari semakin meningkat. Setiapm taun dapat dikatakan terjadi penambahan gedung sebayak 2000 sehingga pada akhir tahun 1966-1971 Indonesia memilki kurang lebih 60 ribu gedung SD dengan jumlah siswa sebebesar 11 juta orang.
Perkembangan dalam pendidikan menegah pun tidak lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan untuk pendidikan SD. Dalam masa tahun ini dapat dikatakan pemerrintah jumlah gedung sekolah untuk tingkat pendidikan menengah pertama memiliki kecenderungan menaik pada mas antara tahun 1966-1971. Misalnya jumlah SMP pada akhir tahun 1960 adalah sebanyak 903 buah. Pada tahun 1961-1965 jumlah sekolah ini melonjak sampai 1121 tetapi menurun menjadi 836 pada tahun 1966-1971. Gejala yang sama diperhatikan oleh Sekolah Teknik. Pada tahun 1960 ada 138 StT yang kemudian berkembang me3njadi 201 pada masa 1961-1965 tetapi turun menjadi 119 pada tahun 1966-1971.
SKKP menunjukkan gejala terus menurun. Pada tahun 1960 di Indonesia terdapat 63 SKKP. Jumlah ini nberkurang menjadi 59 pada tahun 1961-1965 dan turun menjadi 30 opada tahun 1965-1971. Khusus untuk sekolah ini ada kesempatan yang lebih luas untuk sekolah lain bagi putri merupakan penyebab menurunnya mibnat untuk bersekolah di SKKP.
Gejala yang menarik diperlihatkan oleh perkembangan SMEP sekolah yang tujuan kelembagaannya adalah untuk menghasilakn tenaga dalam administrasi perkantoran dan dunia perdagangan ini mengalami pasang surut. Pada tahun 1960 Indonesia memilki 116 SMEP. Jumlah ini berkurang menjadi 105 pada tahun 1961-1965 dan tiba-tiba melonjak menjadi 251.
Berbeda dengan jenjang pendidian menegah pertama, jumlah sekolah pada jenjang pendidikan menegah atas pada umumnya menunjukkan perubahan sejumlah unit pendidikan yang berarti. Meskipun demikian, SMA merupakan salah satu unit pendidikan dalam jenjang pendidikan dalam jenjang ini yang menunjukkan gejala yang sama dengan SMP. Pada tahun 1960 ada 223 SMA di Indonesia yamng kemudian berkembang menjadi 184 dalam tahun 1961-1965. Jumlah ini berkurang drastis pada tahun 1966-1971 mejadi 189.
SKKA juga memperlihatkan gejala yang sama dengan SMA dan agak berbeda dengan SKKP. SKKA bertambah dari 5 tahun 1960 mejadi 38 dalam tahun 1961965 tetapi merosot menjadi 34 pada tahun 1966-1971.
SMEA dan STM menunjukkan gejala yang terus meningkat. Pada tahun 1960 ada 53 SMEA yang kemudian bertambah menjadi 110 buiah dan meningkat lagi menjadi 231 pada tahun 1966-1971. Dengan demikian terjadi peningkatan yang drastis dalam 5 tahun setelah gagalnya kudeta PKI. SPG memilki perkembangan yang mirip dengan SMEP. Pada tahun 1960 di Indonesia terdapat 82 SPG. Jumlah ini menurun pada tahun 1961-1966 dan kemudian meningkat lagi pada 5 tahun kemudian sehingga menjadi 123. Sejak saat itu SPG tidak berkembang lagi. Pada tahun 1990 ketika SPG dihapuskan maka Indonesia memilki 125 SPG.
Dalam jenjang pendidikan tinggi terjadi perkembangan yang lebih kearah penambahan sekolah. Pada masa 1959-1966 pemerintah telah mendirikan 29 perguruan tinggi negeri. Ada perguruan tinggi yang didirikan sama sekali baru, artinya pada mulanya belum ada perguruan tinggi negeri didaerah tersebut. Klasifikasi kedua adalah perguruan tinggi yang mulanya merupakan fakultas atau bagian dari suatu perguruan tinggi negeri. Fakultas ini kemudian dikembangkan dan dijadikan perguruan tinggi negeri yang berdiri sendiri contohnya ITB yang didirikan pada tahun 1959 yang semula adalah fakultas dari Universitas Indonesia. Demikian juga IPB tahun 1963 yang juga semula merupakan bagian dari UI.
Perguruan tinggi lain termasuk dalam klasiifikasi kedua ini adalah IKIP Jakarta dan IKIP Yoggyakata yang didirikan pada tahun 1963, masing-masing pada bulan Mei. Keduanya pada mulanya adalah fakulltas Pedagogik UI yang menajdi IKIP Jakarta dan Pedagogik UGM yang kemudian menjadi IKIP Yogykarta.
Kurikulum
Kurikulum SD mengalami perubahan disesuaikan dengan Panca Wardhana. Dalam kurikulum ini dikenal adanya mata pelajaran yang sifatnyamembina kecerdasan, ketrampilan dan rasa/karya sesaui dengan wardhana yang ada. Untuk kurikulum SD diperkenalkan mata pelajaran yang dinamakan Pendidikan Kemasyarakatan. Mata pelajaran ini dianggap sebagai alat utuk moral nasional/internasional dan keagamaan (dokumen kurikulum). Mata pelajaran pendidikan kemasyaraktan merupakan pengintegrasian mata pelajaran ilmu bumi, sejarah dan kewarganegaraan.
Perubahan kurikulum yang drastis terjadi untuk SMP dan SMA. Pembagian jurusan A dan B di SMP dihapuskan. Sebagai sekaloh jenjang pendidikan menengah pertama adalah terlalu muda bagi sisianya untuk dipaksa kurikulum untuk memilih jalur A atau B apalagi penjaluran itu dilakukan ketika siswa akan naik ke kelas dua.
Struktur kurikulum SMP terdiri dari kelompok dasar, kelompok cipta, kelompok rasa/karya dan kelompok krisa. Struktur ini disesuaikan dengana keputusan menteri menegani panca Wadhana. Kelompok dasr memberikan pengetahuan terdiri natas pelajaran Civics, sejarah nasioanl Idonesia, bahasa Indonesia, ilmu bumi Indonesia, pendidikan agama/budi pekerti dan pendidikan jasmani/kesehatan.Mata pelajaran seperti Aljabar, ilmu ukur, ilmu hayat, ekonomi adalah mata pelajaran yang etmasuk kelompok cipta, sejarah dunia termasuk pelajaran dalam kelompok cipta ini. Mata pelajaran dalam kelompok rasa/karya adalah drama dan sastra.
Selanjutnya pada tahun 1962 ditetapkan SMP diberi nanam SMP gaya baru bebas jalur. Jalur atau jurusan baru diadakan di SMA. Pembagian itu baru diadakan setelah siswa satu tahun berda di SMA. Karena itu SMA ini pun dinamakan SMA gaya baru. Di kelas dua dan dilanjutkan di kelas tiga siswa dapat memilih empat jurusan yaitu, jurusan budaya, sosial, ilmu pasti dan ilmu alam.
Kurikulum di SMA menetapkan bahwa mereka yang memilih jurusan satra diharuskan belajar bahasa asing seperti Jerman dan Perancis. Bahasa jawa kuno dan tulisan Arab Melayu adalah mata pelajaran yang termasuk dalam jurusan sastra. Sedangkan untuk jurusan sosial terdapat mata pelajaran seperti ekonomi, tata buku, hukum dan tata negara, etnologi/sosiologi. Dalam jurusan ilmu pasti terdapat mata pelajaran yang berhubungan dengan matematika seperti aljabar, ilmu ukur ruang, ilmu ukur bidang sedangkan bagi meraka yang masuk jurusan ilmu alam akan mendapatkan mata pelajaran seperti ilmu alam. Kimia, ilmu tubuh manusia, ilmu hewan dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
Sistem Ujian
Di jenjang pendidikan dasar dan menegah diadakan ulangan untuk setelah beberapa pertemuan. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan masa sekarang. Meskipun demikian. Pada waktu itu tidak digunakan istilah formatif, sub-sumatif, ataupun sumnatif.
Di kedua jenjang pendidikan ini tes tetap merupakan alat evaluasi yang utama. Dapat dikatakan hanya pemberian tugas yang merupakan alat evcaluasi tambahan. Memamng keadaan ini pun tidak berbeda dengan prinsipil dengan alat evaluasi yamng digunakan guru sekarang. Walaupun demikian guru belum mengenal bentuk tes obyektif. Bentuk soal yang digunakan masih berupa uraian (esai). Bentuk ini digunakan di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan dan terus digunakan tanpa ada perubahan dalam bentuk samapai nantinya digunakan bentuk tes obyektif.
Fungsi ujian akhir sekolah ini terutama adalah untuk mereka yang akan melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jadi di tahun terakhir SD, siswa yang akan melanjutkan pelajarannya ke SMTP diharuskan untuk menempuh ujiian negara. Demikian pula bagi mereka yang ingin melanjutkan daroi SMTP ke SMTA sehingga pada waktu itu dikenal adanya mereka yang akan tamat dan sekolah dan bagi mereka yang lulus dari suatu sekolah. Keadaan semacam ini nantinya berubah di mana siswa diminta untuk ikut untuk ujian akhir pendidikannya dan setelah itu mengikuti ujian masuk suatu sekolah keadaan ini terakhir berlangsung dari tahun 1970-1987 di mana kemudian diperkenalkan sistem Nilai Ebtanas Murni (NEM). Dengan model ini siswa tidak perlu lagi mengikuti tes masuk untuk sekolah yang akan di ikutinya.
Angka yang digunakan untuk apresiasi hasil yang diperolah adalah dari 0-10. Skala ini masih digunakan samapai sekarang dan masih merupakan warisan pendidikan pada masa penjajahan Belanda.
Perubahan baru terjadi pada masa pemerintahan orde baru. Pada masa in ujian lisan masih dilakukan di perguruan tinggi meskipun pelaksanaannya terus berkurang. Dosen-dosen senior yang sudah terbiasa dengan ujian lisan masih tetap melakasanakannya meskipun demikian mereka sudah mulai didesak oleh kenyataan banyaknya mahasiswa. Jumlah yang semakin hari semakin bertambah besar menetapkan para dosen penguji harus menyediakan waktu banyak untuk menguji mahasisiwa, karena itu hanya terbatas pada perkuliahan dimana jumlah mahasiswa sangat kecil.
IV. SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
1. Pendidikan Umum
pendidikan dasar dilaksanakan di taman kanak-kanak dan di sekoah dasar, pendidikan lanjutan menengah umum diwujudkan dalam dua tingkat yaitu sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Sekolah menengah pertama merupakan suatau tahap peralihan dari sekolah dasar, dan disisi lain merupakan peralihan untuk memasuki tahap pendidikan yang lebih tinggi. Pada tahap ini akan terjadi apa yang dinamakan tahap penelusuran bakatdan oleh karena itu pada tahap ini sangat diperlukan adanya bimbingan dan penyuluhan.
Sekolah menengah atas lebih diarahkan kepada pendidikan tinggi yang merupakan jalur persiapan profesi atau persiapan akademis, masing-masing disini dalam mempersiapakan tenaga kerja professional dan tenaga akademik dalam rangka pengembangan penelitian serta pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.
 2. Pendidikan Kejuruan
Pada hakikatnya merupakan suatu pendidikan yang menyiapkan manusia untuk memasuki lapangan pekerjaan. Kepada warga Negara yang memasuki jalur ini diberikan bekal-bekal yang diperlukan untuk memasuki lapangan kerja, baik dengan kemampuan menciptakan lapangan kerja ataupun memauki lapangan pekerjaan yang telah tersedia di dalam masyarakat.|
Pendidikan kejuruan dilaksanakan pada tingkat menengah pertama dan menengah atas, dan tingkat tinggi dengan berbagai kemungkinan variasimdan orientasi pendidikan kejuruan diarahkan antara lain kepada bidanng teknologi, industry, perdagangan pertanian, kerumahtanggn, dan jasa.
 3. Pendidikan Kemasyarakatan
Merupakan pendidikan yang memberikan kemungkinan perkembangan- perkembangan social, cultural, spiritual-keagamaan, dan ketrampilan diluar pendidikan formal. Pendidikan kemasyarakatan khususnnya yang ada di masyarakat tradisional yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan merupakan bagian ynag tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat. Melalui pendidikan kemasyarakatan kesinambungan dari kebudayan dapat terwujud dan tantangan-tantangan lingkunngan dapat dijawab. Pendidikan kemasyarakatan ini tidak selalu dimaksudkan untuk memberikan bekal secara langsung guna memasuki lapangan pekerjaan melainkan dalam program ini diberikan bekal yang dapay dimanfaatkan oleh warga Negara dalam rangka konservasi dan pengembangan kebudayaan daerah, pengembangan kebudayaan nasional, dan pengembangan bangsa.
 4. Mobilitas antar jenis Pendidikan
Baik pendidikan umum maupun kejuruan melaksanakan fungsi pendidikan yaitu mengembangkan mutu sumber daya manusia dalam perkembangan masyarakat Indonesia dewasa ini dan pada masa depan. Meskipun terdapat perbedaan antara kedua jenis pendidikan tersebut maka sangat perlu adanya jembatan mobilitas antar keduanya sehingga bagi keduanya terbuka kemungkinan adanya lalu lintas perkembangan yang seluas-luasnya.
Pendidikan kejuruan dan pendidikan kemasyarakatan mempunyai peranan yang sangat penting hal ini disebabkan karena tuntutan dan aspirasi rakyat yang selalu meningkat untuk memperoleh kesempatan kerja. Disini juga dapat dikemukakan bahwa masyarakat Indonesia dewasa ini masih belum dapat memberikan penghargaan yang proporsional terhadap pendidikan kejuruan dan kecenderungan masyarakat memandang pendidikan umum adalah yang paling tinggi dan paling bagus dibandingkan dengan pendidikan kejuruan maupun pendidikan kemasyarakatan. Oleh sebab itu masyarakat memerlukan tuntutan dan penerangan untuk dapat mengubah pandangan serta sikap yang demikian.
Jembatan mobilitas antara pendidikan umum dan pendidikan kejuruan dapat dibangun tas dasa sistim ujian. Berdasarkan standarisasi kurikulum pada pendidikan umum, maka setiap orang dapat mengikuti materi pendidikan umum dan kemudian mengikuti ujian yang diadakan oleh Negara. Oleh kerena itu, dalam rangka membanngun jembatan mobilitas ini, batasan umur pada system ujian hruslah dihapuskan.
5. Alternative Penjejangan  • Pedidikan Dasar
 1. Taman Kanak-kanak (2-3 tahun)
Pertumbuhan anak selama prasekolah amat menentukan bagi perkembangannya lebih lanjut. Oleh sebab itu pendidikan taman kanak-kanak untuk anak-anak yang berumur sekitar 3 tahun., masa pendidikan prasekolah selama 3 tahun menjelang umur 6 tahun harus merupakan satu kesatuan. Walaupun demikian, bahan kurikulum dan metode belajar-mengajar untuk tingkat umur yang berbeda harus disesuaikan dengan tinkat perkembangan anak.
Pendidikan pra sekolah tidak diwajibkan sehingga orang tua dapat menentukan apakah anaknya mengikuti pendidikan itu selama satu, dua atau tiga tahun atau tidak sama sekali. Pendidikan di taman kanak-kanak tidak menjadi syarat memasuki sekolah dasar.  2. Sekolah Dasar (5-6 tahun)
Disini diberikan bekal-bekal dasar perkembangan kehidupan baik untuk diri sendiri dan lingkungan masyarakat. Tiap warga Negara Indonesia diwajibkan menempuh pendidikan yang sekurang-kurangnya dapat membekalinya dengan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan dasar yang bisa disebut kemampuan melek huruf fungsional. Kemampuan ini meliputi membaca, menulis berhitung, bahasa Indonesia, pengetahuan umum, ketrampilan dasar, serta pendidikan agamadan kewarganegaraan.
 • Pendidikan Lanjutan
 1. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (4 atau 3 tahun)
Sekolah ini mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai kelanjutan pendidikan dasar dan sebagai masa peralihan ke pendidikan lanjutan yang lebih tinggi.dari sini siswa harus menentukan pilihan akan melanjutkan ke sekolah lanjutan atas umum atau kejuruan. Pada sekolah ini diberikan pelajaran akademk untuk meneruskan pendidikan di jalur umum dan pelajaran ketrampilan untuk membantu penelusuran bakat ke jalur kejuruan
 2. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (4 atau 3 tahun)
Segi-segi positif dan negative dari pemisahan sekolah lanjutan atas umum dan kejuruan. Dari segi perencanaan tenaga kerja sebainya itu memangharus ada. Walaupun demikian, perencanaan tenaga sukar dilakukan dengan tepat sehingga pendekatan tenaga kerja yang kaku dan ketat sering pula menimbulkan masalh pengangguran yang meresahkan. Dan untuk mengatasi hal itu perlu dipikirkan kemungkinan system sekolah komprehensif yang mempersiapkan siswanya untuk kemungkinan kerja dan kemungkinan meneruskan pedidikan ke perguruan tinggi maka kurikulumnya harus benar-benar intensif, baik untuk persiapan kerja maupun keperguruan tinggi.
 • Pendidikan Tinggi
 1. Perguruan Tinggi
Mempunyai fungsi ganda, yaitu mempersiapkan tenaga professional serta mengmbangkan ilmu dan teknologi. Dalam rangka pengandaan tenaga kerja professional, baik untuk pengembangan ilmu dan teknologi, dapat diadakan program gelar seperti program sarjana, pasca sarjana, dan program doctor.
Program gelar, terutama program doctor dan pasca sarjana, diperlukan pula untuk mempersiapkan tenaga penelitian dan penngajar dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Dalam rangka penggandaan tenaga profesionall dibawah sarjana dipakai program diploma yang diberikan baik di akademi maupun institute juga universitas. Dan untuk persiapan tenaga akademik dapat diadakan program gelar sarjana muda yang tidak terminal. Dan untuk meningkatkan jumlah peserta program doctor dapat dibuat program pasca sarjana untuk para sarjana yang ingin melanjutkan ke program doctor.
Pengunaan sisitem kredit juga dirasa menguntungkan di perguruan tinggi karena :
a. Mempermudah standarisasi beban studi antar jurusan dan fakultas
b. Mempermudah mobilitas akademik
c. Membantu administrasi multistrata yang memungkinkan sejumlah pintu masuk dan keluar.
d. Dapat mengubah disiplin pada dosen dan mahasiswa  e. Memungkinkan perhatian terhadap perkembangan individual.
• Pendidikan Luar Biasa
Merupakan pendidikan yang diperuntukkan bagi siswa yang perkembangannya terhambat oleh factor-faktor fisik, psikologis, dan mental. Karena hal ini berkenaan dengan siswa yang mempunyai bakat perkembangan intelektual yang luar biasa, maka perlu diadakan sekolah khusus yang pelaksanaanya distur secara ketat.
Kebijakan –kebijakan Pemerintah Tentang Pendidikan Orde Baru  Berdasarkan ketetapan MPRS dan MPR banyak dikeluarkan kebijakan berwujud undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan, edaran , proyek peningkatan dan pengembangan pendidikan dalam sarana dan prasarana , kurikulum, metode.
Upaya yang dijalankan :
 1) Pemberantasan buta Huruf
Sejak zaman penjajahan Belanda, pimpinan rakyat menyadari keterbelakangan bidang pendidikan yang terlihat banyaknya rakyat yang buta huruf sehingga sulit berkomunikasi. Usaha pemberantasan buta huruf dilakukan pemerintah pada tahun 1946 danb 1951 akan tetapi dari hasil sensus gagal. Tujuan pemerintah melakukan Pemberantasan buta huruf untuk meningkatakan kecerdasan masyarakat guna meningkatkan taraf kehidupan social, ekonomi dengan cara kesempatan bagi yang buta huruf memperoleh ketrampilan membaca, menulis, dan menghitung.  Hasil sensus pada tahun 1971c menunjukkkan jumlah orang yang buta huruf di seluruh Indonesia masih sebanyak 32.21 juta (40 %) yaitu ornga yang tidaka bias membaca huruf latin.
Pada atahun 1972 pemerintah memperkenalkan pendidikan Aksarawan fungsional(functional literancy) yaitu memberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung serta ketrampilan tertentu. Gerakan PAF diberikan pada kelompok pekerja buta huruf (pertanian, perkebunan, pabrik , Dsb), diajar oleh ahli dibidangnya dan mengunakan alat peraga untuk memudahkan penyampian.Penyediaan bahan-bahan bacaan secara berkala, papan pengumuman, program kejar paket, dsb.  2) Pendidikan masyarakat dan pendidikan luar sekolah (PLS)
Pendidikan masyarakat (punmas) adalah pendidikan yang diberikan di luar sekolah formal yang ditujukan dengan memberikan bimbingan kepada masyarakat. tujuan masyarakat adah mendidik masyarakat Indonesia untuk memiliki kemampuan mental, spiritual, dan keterampilam guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan pembukaan dan isi UUD 1945.
Isi pendidikan masyarakat adalah pendidikan agama dan budi pekerti, kecerdasan dan keterampilan, kewarganegaraan, berorganisasi, dan hidup mandiri. Usaha-usaaha pendidikan masyarakat dilakukan dengan Kursus-kursus, latihan-latihan, diskusi kelompok, penyuluhan, latihan berorganisasi, perpustakan masyarakat, kegiatan social edukatif. kursus atau latihan ialah dilakukan dalam jangka waktu pendek,praktis,untuk segera dapat menerapkan hasil pendidikan hasil pendidikan.
Pendidikan luar sekolah (PLS) yang siswanya berusia tua dibandingkan dengan usia pendidikan formal yaitu umur 10-24 tahun . materi yang diajarkan pengetahuan bercocok tanam, pemberantasan buta aksara dsb. Metode pngajaran dengan kursus, bahan bacaan, radio, Tv,penyuluhan dan media lainnya. Pelaksanaannya dilakukan oleh departemen P dan K, departemen dalam negeri, departemen tenaga kerja, departemen transmigrasi, departemen, pertaniaan, koperasi, departemen kesehatan, social, penerangan, agama dan lembaga-lembaga non pemerintah.
 3) Kegiatan Inovasi pendidikan
Sejak awal REPELITA melakukan pemecahan masalah pendidikan dan pengembangan pemdidikan melalui kegiatan inovasi pendidikan. Berbagai proyek inovasi meliputi semua jenis dan tingkat pendidikan di dalam maupun luar sekolah seperti yang tertera dalam seminar inovasi pendidikan pada Jakarta , januari 1975:
a) Proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP).  Bersifat Nasional yang dilakukan pada tahun 1972 melalui delapan IKIP yaitu Jakarta, Bndung, semarang, Yokyakarta, Medan, Surabaya, Padanag, dan Ujung pandang. Menyusun master desain dan struktur bidang studi matematika, IPA, IPS, Bahasa dan lainnya dengan jenjang 5-3-3tahun. PPSP mengunakan pendekatan pengajaran sistem modul bersistem belajar tuntas (Mastery learning Basis) dengan sistem pemecahan masalah. Sehingga memungkinkann siswa SMP atau SMA lulus kurang dari 3 tahun. Jenis pilihan bidang studui sebagi jalur pendidikan seperti keterampilan mesin, otomotif, bangunan, listrik,elektronika, fotografi, pkk, kerajinan batik, pertanian dan sebagainya.
b) proyek pendidikan anak oleh masyarakat, orang tua, dan guru(PAMONG).
Berawal darikerjasama BP3K departemen P dan K dengan SEAMEO regional INNOTECH center di Sala, Jawa Jengah 1974-1979. yaitu dengan sistem pegajaran masal di sekolah dasar yang murah. Proyek ini adalah tindak lanjut dari seminar tentang” sistem penyampain belajar secara masal di sekolah dasar yang murah”. Gagasan diprakarsai oleh innotech di singapura pada tahun 1973. kurikulum dan bahan yang diajarkan sama dengan SD biasa yang diakhirnya mendapat STTB SD. SD PAMONG di ikuti anak putus sekolah yang dilakukan di berbagai temapat.anak bekerja bedasarkan Modul, penilaian dan rencana perbaikan di lakukan dengan petunjuk khusus yang disusun sendiri.
c) pendidikan pramuka untuk trasmigrasi
dimulai 1970 di Jombang, Jawa Timur. Umur 6-25 tahun dari hasil putus sekolah yang diminta bersedia bermigrasi keluar jawa agar tidak pindah ke kota –kota besar. Tujuan proyek adalah menjadikan penduduk desa agar menaruh minat terhadap pembangunan dan mengurangi minat penduduk pindah ke kota. Mengikuti pelatihan ketrampilan bidang perternakan, mengolah dan menjual beras, bercocok tanam, irigasi, dan panen yang disampaikan berupa program penyuluhan. Kegiatan ini bernaung di bawah badan pembangunan pendidikan kota jombang.
d) pusat kegiatan belajar
Proyek ini dimulai pertengahan tahun 1973 .proyek ini dilaksanakan di Jakarata, Jawa barat,Jawa timur, dan Sulawesi Selatan. teknik yang digunakan klasikal dengan mengunakan audio visual, ceramah, kerja kelompok, bimbingan, penyuluhan,pengajaran melalui radio local.  e) kuliah kerja nyata(KKN)
Dimulai tahun 1971-1972 oleh 3 universitas yang bertujuan melengkapi mahasiswa dengan pengalaman praktis tentang kebutuhan dan masalah pemabangunan masyarakat pedesaan, serta penyediaan tenaga kerja terdidik untuk membangun di 58.00 desa di seluruh Indonesia. Jadi menyediakan tenaga akademik yang terampil, berprakarsa, berpengalaman lansung secara praktis tentang kebutuhan dan masalah pembangunan masyarakat pedesaan.
f) badan usaha tenaga sukarela Indonesia (BUSTI)
Dimulai tahun 1969 dengan mengerahkan 30 orang di 2 desa untuk meningkatkan suasana gotong royong yang kemudian meningkat menjadi sekitar 1500 yang tersebar di 25 propinsi. Tujuan mempertahankan dan memperkuat gotong royong di kalangan generasi muda dengan cara melibatkan dalam kegiatan pembangunan pedesaan. Dari sukarelawan yang sudah dua tahun mengabdi di masyarakat pedesaan ditugaskan bekerja di luar negeri.
g) proyek pengembangan sistem informasi pendidikan dan kebudayaan
Dimulai tahun 1970 dengan menyempurnakan statistic pendidikan sehingga terciptalah bank data di BP3K. Tujuan proyek ini adalah tersedianya data dan informasi yang relevan, dapat dipercaya untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.
h) Sekolah staf pemimpin administrasi (SESPA)
Dimulai tahun 1970 diikuti anggota administrasi, manajemen yang telah senior golongan IV berusia 35-48 tahun dan telah lulus Middle Management Course. Tujuan proyek adalah menciptakan adminstrasi dan manajemen yang efektifm kuat, bersih dan berkeahlian.
i) proyek perintis perencanaan integral pendidikan daerah (PROPIDA) di Sumatra dan Jawa Timur
proyek ini bertujuan teerciptanya model badan perencanaan pendidikan tingkat daerah. Dibantu Ford Foundation. Berpusat di padang dan Surabaya yang beryubungan resmi dengan BP3K dan gubernur .
j) Proyek percobaan radio pendidikan  Pengunaan siaran radio digunakan untuk membantu pendidikan yang dikirimkan ke sekolah-sekolah yang terpadu dalam pelajaran kelas. Tujuan proyek adalah ditemukan cara-cara yang efektif dari pengunaan radio untuk membantu kegitan pendidikan.
k) program pembinaan bakat.  Tujuan dari proyek ini adalah membantu murid dan mahasiswa berprestasi tinggi dalam belajar. Bantuan beasiswa bagi siswa atau maasiswa berbakat dan berprestasi yang berekonomi lemah. Badan beasiswa seperti Super Semar untuk yang berbakat istimewa.
l) proyek STM pembangunan. Dimulai tahun 1967-1969 tujuan memperbaiki mutu pendidikan teknik. Mengunakan sistem modul seperti PPSP, lama studi 4 tahun. Tujuan proyek adalah memecahkan masalah relevansi, efektifitas dan efisiensi sekolah lanjutan di Indonesia .  m) sistem kegiatan pembelajaran oleh masyarakat.
Pengembangan sumber tenaga manusia dalam masyarakat diartikan sebagai pengunaan sumber-suimber pendidikan dalam masyarakat dapat. Tujuan proyek ini adalah teridentifikasinya berkembangnya sistem kegitan belajar oleh masyarakat sesuai dengan sumber-sumber pendidikan dan kebutuhan pendidikan dalam masyarakat. Sasaran proyek anak umur 10-24 tahun. Lokasi proyek di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, dan Indramayu Jawa Barat. Berdasarkan prinsip belajar seumur hidup pendidikan dilakukan dimanapun dan kapanpun tanpa batasan usia. n) penggunaan sistem perencanaan dan program anggaran (PPBS) di pendidikan tinggi.  Proyek pengembangan pedidikan tinggi sebagai unit departemen pendidikan dam kebudayaan Ditjen pendidikan tinggi bertanggung jawab mengarahkan dan mengelola 40 universitas dan istitut negeri masalah anggaaran belanja dan bertanggung jawab atas 300 universitas swasta dan perguruan tinggi swata. Tujuan proyek ini adalah menunjang semua usaha pelaksanaan rencana strategis yang maksimum dan terordinasi sumber, dan pengembangan univeritas dan institute dengan potensi yang tersedia.
o) sistem informasi pengelolaan di pendidikan tinggi.
Tujuan proyek ini adalah terlayaninya informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan untuk pererncanaan strategis , perencanaan operasional , monitoring, dan penilaian dan menjamin terselenggaranya pengelolaan perguruaan secara nasional.proyek ini merupakan jaringan sistem informasi penelolaan yang berlaku secara nasional lingkungan Departemen pendidikan dan kebudayaan.
p) proyek pendidikan guru.  Meliputi pendidikan guru dan pengabdian masyarakat. Rencana pengujian guru untuk dapat ,melaksanakan kurikulum baru. Tujuan proyek ini adalah memiliki lembaga pendidikan guru untuk segala jenis dan tingkat yang bersifat In-service maupun pre-service yang terkoordinasi dalam satu jaringan. Merupakan proyek pengembangan perkembangan pendidikan guru. Proyek ini menyusun rencana kemudian mengujinya sehingga guru mampu melaksanakan kurikulum baru.
q) pengembangan sekolah luar biasa( untuk anak cacat).  Tujuan proyek adalah pengembangan sistem pendidikan yang sempurna dan efektif untuk anak-anak cacat. Bantuan di bidang keahlain, keuangan , dan pengalaman khusus menunjang kegiatan sekolah untuk anak buta, tuli,cacat mental, cacat jasmani dan anak-anak nakal.
r) pemerataan pendidikan teknologi
pendidikan dan pengembangan kebudayaan merupakan jalan yang ditempuh dalam usaha mencapai cita-cita dengan cara pemerataan kesempatan dan p[emerataan mutu pendidikan seluas mungkin bagi masyarakat. Dengan mengunakan media serangkaian acara program yang disiarkan oleh studio RRI dan radio pemerintah berupa penataran guru, pemanfaatan televise siaran terbatas atau Closed circuit television (CCTV) dalam pelaksanaan perkuliahan mata kuliah dasar secara bersama-sama. Mengembangkan media pembelajaran radio, TV, kaset, slide, dan film serta bahan cetakan.
s) pengunan berbagai media untuk penataran guru
penataran guru dilaksanakan dengan efektif dan efisien sehingga setiap guru mengusai bidang studi yang diajarkan dan memperoleh keterampilan mengajar dan kompetensi yang diperlukan dalam profesinya pusat penataran guru tingkat nasional dimaksudkan untuk menatar para pelatih, sedangkan pusat penataran guru di tingkat daerah menatar semua guru. Dengan mengunakan media pembelajaran modrn seperti radio, televisi, satelit domestic, percetakan,dan sebagainya. Proyek ini diorganisasikan oleh Ditjen pendidikan dasar dan menegah bersama BP3K.
pemanfaatan dan pemberdayaan teknologi komunikasi untuk komunikasi pendidikan pengunaan berbagai media untuk penataran guru
t) proyek pendidikan IPA untuk sekolah lanjutan umum
Tujuan proyek adalah mengatasiu kekurangan-kekurangan agar lulusan SMP dan SMA b akan memahami pelajaran IPA. Persiapan proyek tahun 1974 dengan pam eran alat-alat IPA yang terdeteksi 80% diimpor dan 20 % buatan dalam negeri. Pada tahun 1979/1980 proyek pembakuan sarana pendidikan dan kebudayaan menyusun daftar jenis dan sepesufikasi alat peraga dan alat praktek IPA. Pada tahgun 1982 diterbitkan buku petunjuk pembuatan dan pengunaan alat peraga sederrhana IPA.
u) sekolah menengah pertama (SMP) terbuka.  SMP terbuka kegiatan belajarnya Di selengarakan di luar gedung dengan metode tatap muka dan media dan interaksi tatap muka antara guru dan murid. TUjuan SMP terbunka membuka kesempatan bagi warga masyarakat Indonesia mendapatkan pelayanan pendidikan tingkat SMP karena tidak mampu melanjutkan SMP formal. Siswa m,engikuti dan melaksanakan kegitan di tempat mereka masing-masing tatap muka dengan guru berlangsung 6 jam tiap minggu, selebihnya siswa belajar mandiri.mengunakan media radio program kaset atau slide. Tujuan pembelajaran SMP terbuka dengan SMP biasa yaitu agar lulusannya berjiwa pancasila , mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melanjutkan pendidikan ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi atau langsung terjun ke masyarakat, siaran radio, pengawasan orang tua, atau orang tua. Lama pelajaran 6 jam.
v) proyek pengembangan pendidikan guru (P3G).  Dimulai tahun 1977 pembinaan dan perbaikan kualitas pendidikan guru dengan lokakarya , penyediaan sarana prasarana berupa pembangunan pusat sumber belajar (PSB) berisi pengembangan kurikulum pendidikan guru. Penataran dan latihan oleh guru dan dosen menerapkan metode cara belajar siswa aktif (CBSA) dan pengembangan sistem pendidikan guru berdasarkan kemampuan (PGBK).
w) program akta mengajar V.
Ditujukan kepada staf akademik perguruan tinggi untuk memegang jabatan (kenaikan pangkat)dari III/d ke IV/a. model penyelenggaraan dengan belajar jarak jauh dengan nsistem paket belajar berupa Modul dan tatap muka dengan metode kuliah , diskusi, buku dan media lain dengan tata kulih dan praktikum mengajar. Tujuan program ini adalah menghasilkan tenaga pengajar yang mempunyai wewenang mengajar di perguruan tinggi (Diploma atau Sarjana) serta menciptakan masyarakat akademik yang ideal di perguruan tinggi.
x) wajib belajar (Wajar)
dimulai tanggal 2 mei 1984 dittapkan oleh presiden Soeharto ssehingga tanggal 3 Mei 1984 serentak 3 kabinet pembangunan IV merencanankan kembali pelaksanaan wajib belajar di tiga wilayah Indonesia. Mendagri Soepardjo Roestam , menteri agama H. Munawir Sjadzali MA, dan Men dikbud Prof.Dr. NUgraoho Notosusanto. Gerakan wajib belajar merupakan program 2 juta anak usia sekolah 7-12 tahun dapat mengenyam dan mecmperoleh pendidikan khususnya ndi jenjang pendidikan sekolah dasar di SD Reguler, SD kecil, SD PAMONG, kejar paket 4 dan madrasah ibtidaiyah.  y) universitas terbuka(UT).
ketetapan presiden no.41 tahun 1984 tanggal 11 juni 1984 UT bersetatus universitas Negeri dengan 4 fakultas ( fakultas keguruan dan pendidikan , fakultas ekonomi, fakultas ilmu social, fakultas politik, fakultas matematika dan pengetahuan alam.
UT memiliki puast penelitian dan pengabdian masyarakat, pusat produksi media pendidikan, informasi dan pengolahan data, pusat pengolahan penujian dan unit program belajar jarak jauh. Peresmian Ut dilakukan oleh presiden Suharto di Bima Graha Jakarta pada tanggal 4 September 1984 terdiri atas tiga program yaitu program Diploma, program Akta V, dan Program Sarjana. Sebagai rector pertama tahun1984 di tunjuk Prof.Dr. Setijadi MA.
 4) Pembinaan generasi muda
Pada cabinet pembanguna III ( sejak 31 Maret 1978) dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan kebudayaan diangkat menteri muda urusan pemuda fijabat oleh Doktor Abdul Gafur. Pada cabinet pembangunan V ditingkatkan menjadi menteri urusan pemuda dan olah raga (MEMPORA yang masih di jabat Dr. Abdul Gafur.
Pemuda tergabung dalam organisasi-organisasi pemuda, olah raga dan seni budaya. Pada periode 1965-1975 diawalai kelahiran KAMI dan memudarnya ekstitensi PPMI dan MMI yang organisasinya tergabung dalam KAMI. Lahir pula organisasi-organisasi pemuda pelajar seperti KAPPI dan KAPI. Dalam penataan struktur dan segi kehidupan bangsa organisasi ini kembali poada p;ola berfikir lama yang menyebabkan keretakan-keretakan sehingga bersatunya organisasi kembali pada organisasi induk.
Pada tahun 1973 lahirlah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang terorganisir dalam 3 jalur (TAP MPR NO.III/MPR/1983):
a. jalur SMTP(SMP) dan SMTA(SMA)---organisasi intra sekolah(OSIS).
b. Jalur Kampus(mahasiswa)---organisasi Mahasiswa Intra Universiter.
c. Jalur kemasyarakatan ---KNPI, organisasi, mahasiswa ekstra Universiter, organisasi-organisasi pemuda,pramuka, organisasi-organisasi olahraga, dan lain-lain.
Generasi muda adalah generasipenerus cita-cita perjuangan bangsa , sehingga pemuda dipersiapkan sehingga menjadi jaminan bagi kelangsungan hidup Negara dan angsa , jaminan kelestariam pancasila dan undang-undang dasar 1945 serta kesinambungan pembangunan nasional.
Pendekatan pembinaan pemuda di dekati dengan program-program yang lebih terarah sesuai dengan GBHN. Melalui beberapa program yaitu:
a) Patriotisme dan idealisme
b) Kepribadian dan budi luhur
c) Kesegaran jasmani dan daya kreasi
d) Ketrampilan dan kepemimmpinan
5) menangkal kenakalan anak atau remaja 
Kenakalan anak ( Juvenile Delinqueney) sebagai perbuatan anti social atau perbuatan pelanggaran terhadap norma masyarakat yang dilakukan oleh anak remaja (ngebut,pornografi,geng yang brutal,pencuruian, merusak keindahan dan fasilias, sabotase, dan prilaku yang merugikan orang lain) yang dapat ditangulangi dengan kebijakan –kebijakan pendidikan dan lainnya yang menyeluruh dan terpadu.
Penyebab kenakalan renaja adalah pengaruh pergaulanatau lingkungan dan kesempatan yang tersedia. Gejala tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma masyarakat sehingga anak tidak mampu lagi menghadapi dirinya dalam masyaraka( anak penyendiri karena tidak disukai teman sehingga mengalami goncangan emosi, mengindarkan tugas sekolah dan rumah sehingga tidak menyukai pekerjaan tersebut, masalh yang tak terpecahkan,anak yang berprasangka buruk pada orang tua atauy gurunya, susah konsentrasi, mengalami phobia dan gelisah berlebih , anak yang suka menyakiti dan mengangu teman ,suka berbohong, anak yang didak dihargai hasil usahanya sehingga melakukan hal berbahaya untuk mearik perhatian orang).
Keluarga adalah pusat ketenangan dan pendidikan sehingga hubungan antar anggota keluarga harus harmonis dan saling gotong royong sehingga tercipta ketenangan, kenyamanan, dan keamanan dalam keluarga.sitem pendidikan mengisyaratkan pada dirinya sebagai proses sosialisasi anak dalam lingkungan sosialnya . kultur akademik, kritis, dan kreatif serta sportif membentuk kesetabilan emosi anak sehingga tidak tergoncang dengan akses perbuatan berbahaya. Kebijakan pendidikan mengatasi kemakalan anak adlahdengan pemberian hukuman dan ganjaran, penataan siswa dalam kelas, pemberian kesibukan atau bahan belajar siswa, program remedial, perhatian khusus , kegiatan osis,ekstra kulikuler seperi berkemah , diskusi , pelatihan dan lain-lain.
6). Masalah ganja dan narkotika
Masalah narkotika adalh masalah basional; yang harus ditangulangi dengan sunguh-sunguh oleh pemerintah untuk menjadga keselamatan generasi muda. Langkah yang dilakukan adalah langkah pencegahan dengan pemberian perhatian dengan nmasalah dan bahaya narkoba.
Presiden suharto menyataka bahwa masalah narkotila dalah masalah yang gawat sehingga menjadi masalkah presiden. BAKOLAK INPRES NO. 6/1971 sebagian bakin yang memberantas Narkotika pendidikan dikonsentrasikan pada “ awas terhadap bahaya nrkoba” sehingga di lakukan pendidikan yang mengarahkan pada generasi muda yang bertmental matang denan keserasian sikap dan prilaku sehongga dapat melaksanakan pembangunan nasional. Kebijakan penangkalan, penangkalan,penangulangan terhadap penyalah gunaan narkotika yaitu dengan usaha mengikut sertakan saeluruh masyarakat (people involvement) yaitu orang tua,guru atau dosen, hakim, penegak hukum,organisasi pemuda, organisasi wanita,organisasi keagamaan, petugas rumah sakit ,apoteker , dinas kesehatan rakyat, surat kabar, radio. TV, dan media masa lainnya.
 ORANG TUA ASUH BAGI ANAK KURANG MAMPU DALAM RANGKA WAJIB BELAJAR
 1. WAJIB BELAJAR
Wajib belajar yang dicanangkan oleh presiden soeharto pada tanggal 2 Mei 1984 bertujuan ad\gar seluruh warga Negara mengenyam pendidikan tingkat dasar sampai tamat. Pada akhir pelita III diperkirakan anak usia 7-12 tahun sebanyak 23.325.000 orang , 22.182.000 orang atagu sebanyak 95% meperoleh kesempatan belajar sedangkan 1.143.000 orang atau 5 % belum dapat mengenyam pendidikan karena sebagian besar dari golonga kurang mampu, sehingga anak-anak usia sekolah ini bekerja membantu mencari nafkah keluarga sehingga tidak sempat belajar dan sekolah.
Sekolah yang dabpat dijadikan tempat belajar anak usia 7-12 tahun dalam rangka wajibbelajar ialah SD Negeri atau swasta, SD kecil, Madrasah ibtidiyah, SD PAMONG, program kejar paket A, sedangkan bagi anak yang cacat bias belajar di SLB, SDLB, dan SD terpadu.
Tanggung jawab wajib belajar adalah keluarga. Masyarakat, dan pemerintah. Pemerintah dan masyarakat menyediakan tempat belajar yakni lembaga pendidiakn sedangnan kebutuhan anak sekolah adalah tangung jawab orang tua atau keluarga anak.
 2. Orang tua asuh [gerakan orang tua asuh ( GNOTA)]
Orang tua asuh adalah perorangan, keluarga, atau masyarakat yang bertindak sebagai orang tua atau wali anak kurang mampu dengan memberikan bantuan dana untuk pendidikan atyau sarana belajar, sehingga mwereka dapat mengikuti lembaga tingfkat dasar sehingga memenuhi tuntutan wajib belajar. Orang yua yang ingin menjadi orang tua asuh dapat menguhungi kepala sekolah atau lemabaga pendidikan ( kelompok kerja wajib belajar dan lembaga social yang ditunjuk) untuk mendapatkan formulir orang tua asuh. Orang tua asuh wajib menyerahkan bantuan yang telah disangupi kepada anak asuh me;lalui kepala sekolah atau lembaga pendidikan dasar dalam jangka waktu minimal satu tahun atau lebih yang mengetahui proses pemberian dan pengunaan bantuan.  Dalam rangka pelaksanaan wajib belajar, pemerintah membentuk kelompok kerja wajib belajar yang berangota dari departemen atau lembaga pemerintah serta wakil masyarakat :
a. Kelompok kerja wajib belajar tingkat pusat berada di kantor menko kesra, jalan Merdeka barat Jakarta.
b. Kelompok kerja wajib belajar tingkat propinsi dengan penangung jawab gubernur kepala daerah tingkat I berada di Ibukota propinsi. c. Kelompok kerja wajib belajar tingkata kabupaten atau kota madya dengan penangung jawab bupati atau walikota kepala Daerah , berada di Ibu kota kabupaten atau kota madya.  d. Kelompok kerja wajib belajar tingkat kecama tan dengan penangung jawab cama t yang berada di ibukota kecamatan
e. Keklompok kerja wajib belajar ting kat desa merupakan bagian dari LKMD dengan pengangung jawab kepala desa berada di setiap desa atau kelurahan.
Program orang tua asuh bagi anak kurang mampu usia 7-12 tahun bertujuan untuk menyukseskan wajib belajar yaitu suatu upaya bersama yang dilandasi rasa kemanusiaan, keiklasan, dan kasih saying untuk anak-anak kurang mampu agar dapat belajar. Orang tua asuhg adalah upaya gotonhg-royong berasas kekeluargaan sebagai wujud tata kehidupan berpancasila dan peran serta scusekan wajib belajar sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Perencanaan program orang tua asuh bagi anak kurang mampu dalam rangka wajib belajar ini dilakukan oeh Dr. Nugroho Notosusanto di kompleks SD pujokusuman, Yokyakarta pada hari senin tanggal 23 Juli 1984.
Badan-Badan Internasional pendidikan  Untuk saling mengebal dan menepuk pengertian antar bangsa di dunia Indonesia berkali-kali mengirimkan misi kebudayaan ke berbagai Negara asia dan jepang, eropa, dan amerika dan Menerima perutusan kebudayaan dari Negara lain.
Indonesia dalam pendidikan melakukan jalinan kerja sama dengan Negara-negara lain di dunia. Indonesia ikut dalam badan-badan pendidikan internasional, badan-badan tersebut banyak membantu Indonesia untuk memajukan pendidikan dan kebudayaan. Bantuan dari lembaga internasional dapat bernbentuk bea siswa, tenaga ahli, bantuan keuangan dan material; misalnya dengan pertukaran pelajar atau mahasiswa , pemberian fasilitas untuk belajar atau mengadakan penelitian bagi orang atau mahasiswa asing yang belajar di Indonesia dan sebagainya.
 Badan-badan internasinal bidang pendidikan:
 1.SEAMEO
Tujuan adalah meningkatkan kerjasama antar bangsa-bangsa di Asia Tenggara lewat usaha-usaha di bidang pendidikan dan pengembangan ilmu serta kebudayaan.
SEAMEO adalah singkatan dari Southeast asian Ministersd of Education Organization. Badan ini beragnggotakan poadra menteri pendidikan dari 8 negara asia tenggara, yaitu Indonesia, , Kamboja, Laos,Malaysia, philifina, singapura, tailand, Vietnam dan membuka kesempatan bagi Negara dari luar. Pada maret 1974 tercatat perancis, selandia baru, dan Australia sebagai angota peserta. Penentu kebijakan tertinggi SEAMEO adalah South Asian Ministers of education Council) sedangkan pelaksananya SEAMES ( Southeast asian Ministers of education Secretariat) yang berkedudukan di Bangkok.
Penyelengara program SEAMEO melalui Regional Centres yaitu:
a. BIOTROP:Regional Centre for Tropical Biology7 di Bogor Indonesia.
b. RECSAM : Regional Centre For Education Scince and Mathematics di Penang, Malaysia.
c. RELC: Regional English Language Centre di singapura.
d. SEARCA: regional Centre for a Graduate study and Research in Agriculture di los Banos , Philipina.
e. INNOTECH: Regional centre for educational innovation and technogy yang semula di Saigon, Vietnam kemudian pindah pindah ke Bangkok.
 2 UNICEF
Unicef adalah singkatan dari United Nations International Children’s emergency Fund. Bantuan UNICEF ditujukan pada tingkat pra sekolahy, pendidikan dasar, pendidikan guru yang mendidik calom nbguru taman kanak-kanak dan SD, dan pendidikan luar sekolah. UNICEF juga membantu pelaksanaan pendidikan seumur hidup. Bantuan berupa Grat, bantuan keuangan bagi proyek-proyek, dan bantuan perlengkapan dan peralatan .
 3.UNESCO
UNESCO adalah singkatan dari United Nation Educational Scientific an Cultural Organization. Hubungan resmi Indonesia dengan UNESCO dilakukakn oleh departemen luar negeri C.Q direktorat organisasi Internasional. Tetapi dalam kegiatan sehari-hari kerjasama internasional maupun regional disalurkan melalui Sekertariat lembaga nasional Indonesia untuk UNESCO yang berada di seketariat jendral departemen P dan K. Bantuan UNESCO berupa bantuan keuangan bagi proyek-proyek , tenaga ahli (expert Consultant,beasiswa, dan pertemuan-pertemuan ilmiah (seminar, symposium, dll.) bidang kegiatan UNESCO meliputi bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu social dan kebudayaan, dibidang komunikasi.  Indonesia juga mengadakan hubungan kerja sama atau mendapat bantuan bersifat bilateral . diantaranya dengan amerika serikat melalui MUCIA/AID,USAID,dan USIS. Pada umumnya bantuan amerika serikat di bidang pendidikan digunakan untuk beasiswa dan tenaga ahli.
Hubungan Indonesia dalam bidang pendidikan dengan dunia luar tidak hanya terbatas pada hubungan antara Negara saja tetapi juga hubungan dengan badan-badan swasta asing antara lain dengan Asia Foundation, Ford Foundation, Rockefeller Foundation, Geothe Institut.
 4.. The Ford Foundation
Kegiatan Ford foundation ini dalam penyelidikan di Indonesia terutama diarahkan pada dua bidang yaitu:
a. Pengembangan pendididkan tinggi b. Peningkatan kemampuan dalam penelitian dan perencanaan pendidikan. Bantuan ditujukan pada perguruan tinggi yang ada di daerah dengan mengutamakan bidang-bidang ekonomi, pertanian, bidang yang berorientasi pada pedesaan, dan latihan dalam ilmu pengetahuan social. Bantuan ditunjukkan kepada PROPINDA( Proyek Perintis Perencanaan Integral pendidikan daerah) di Surabaya dan Padang,  Hubungan Indonesia demgamn pihak swasta asing internasional antara lain ; PGRI( persatuan Guru Republik Indonesia) dengan persatuan asia pasifik, dengan WCOTI, JFFTU, dan lain-lain.
5. PGRI dan persatuan guru internasional PGRI ( persatuan guru republic Indonesia) didirikan tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan. Organisasi guru ini bertujuan sebagai alat pelayanan, pembinanan dan bangsa PGRI merupakan wadah kaum guru yang bersifat Unitaris,independenrt dan bukan partai politik.  5.1. persatauan guru asia –pasifik
Dalam bidang studi pendidikan khususnya yang menyangkut bidang profesi guru , Indonesia menghadiri pertemuan guru-guru asia pasif yang diwakili persatuan guru ,republic Indonesia (PGRI) , melalui badan ini Indonesia benerapa kali mengirimkan guru-guru untuk mensurvai situasi pendidikan di beberapa negara di Asia pasifik.
Indonesia juga mendapat kunjungan guru-guru di berbagai daerah di Indonesia atara lain guru yang berasal dari Jepang , Malaysia, dab Australia.
5.2. Persatuan Guru sedunia  Indonesia yang diwakili oleh PGRI mendi anggota persatuan Guru Sedunia (WCOTP= World Confideration of Organization of the Teaching Profession). lembaga ini adalah organisasi non pemerintah dan politik. Dalam siding Internasional yang ke 27 tahun 178 diselengarakan di Jakarta.
6. Badan Internasional di bidang ekonomi  Dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, Negara tidak lepas dari dana bantuan dari berbagai Negara berbentuk kerjasama baik yang berupa dana bantuan ataupun hutang. Kerjasama ini dilakukan dalam bentuk pinjaman modal, pendidikan tenaga ahli, penanaman modal asing di dalam perusahaan-perusahan Indonesia dengan cara bagi hasil. Untuk kepentingan pendidikan Indonesia mendapat antuan dari Bank Dunia (World Fund), Dana bantuan Internasional( Internasional Monetery Fund), IDA( Inter Governmental Group On Indonesia) , serta kerjasama ekonomi lainnya.
V. SISTEM PENDIDIKAN IMNDONESIA PADA MASA AWAL REFORMASI
A.   Kondisi Pendidikan Nasional di Masa Reformasi
Zaman ‘Reformasi’ Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran yang bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat.
Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional.
Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia-manusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi.
a.     Kekuatan Politik
Pendidikan masuk dalam subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan kehidupan materil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20 %.
b.     Kekuatan Ekonomi
Manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan menghasilkan manusia-manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit orientit yang mencari keuntungan sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan.
Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya standardisasi. Untuk usaha tersebut maka muncul konsep-konsep seperti : Ujian Nasional. Dalam menyusun RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 lebih menekankan pada manajemen dan kepemeimpinan bukan masalah pokok yaitu pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia dijadikan obyek, anak Indonesia bukan merupakan suatu proses humanisasi atau pemanusiaan. Anak Indonesia dijadikan alat untuk menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan, keterampilan, penguasaan skil yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi [Millist CFBE]
B.    Reformasi Pendidikan
Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis ini dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi di bidang pendidikan [Suyanto dan Hisyam,2000:1].
Pada era reformasi ini, masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupan.Tilaar (1999:3), mengatakan masyarakat Indonesia kini sedang berada dalammasa transformasi.
Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Euforia domokrasi sedang marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan. Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan perkerjaan yang mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, “dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn.
Menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akanmemenuhi kegagalan” [Tilaar, 1998:245].Berbicara masalah reformasi pendidikan, banyak substansi yang harus direnungkan dan sedikit pula persoalan yang membutuhkan jawaban. Sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dan fungsional dalam upaya membangun suatu masyarakat. Pendidikan senantiasa berusaha untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan, karena pendidikan sebagai “sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka” (Conference Book, London, 1978 :15-17).
Change is a way of life. Those who look to the past or present will miss the future “.Metafora tersebut menurut Suyanto, pantas diterjemahkan dalam kepentingan reformasi pendidikan kita ini. Artinya, dalam melakukan reformasi pendidikan kita harus tetap berpegang pada tantangan masa depan yang penuh dengan persaingan global. Apabila kita berbicara kemampuan dan kesiapan sebagai anak bangsa, tampaknya kita belum siap benar menghadapi persaingan global pada milenium ketiga. Tenaga ahli kita belum cukup memadai untuk siap bersaing di tingkat global. Apabila”dilihat dari pendidikannya, angkatan kerja kita saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Sebagian besar angkatan kerja (53%) tidak berpendidikan, yang berpendidikan dasar sebanyak 34%, berpindidikan menengah 11%, dan berpendidikan tinggi hanya 2%.Padahal tuntutan dari dunia kerja pada akhir pembangunan jangka panjang II nantimengharuskan angkatan kerja kita berpendidikan” [Boediono, 1997:82].
Tilar (1999: 22) memberikan pemikiran tentang reformasi dibidang pendidikan yaitu :
1.    Pengikisan korupsi, kolusi nepotisme dan koncoisme
2.    Melaksanakan asa profesionalisme
3.    Desentralisasi pengelolaan pendidikan dan isi kurikulum
4.    Peningkatan mutu pendidikan dasar dan penuntasan wajib belajar 9 tahun
5.    Peningkatan mutu sekolah umum dan kejuruan
6.    Peningkatan mutu dan otonomi pendidikan tinggi
7.    Pengembangan pendidikan alternatif
8.    Peningkatan mutu profesi guru
9.    Pembiayaan pendidikan yang demokratis
10. Peraturan dan perundang-undangan
11. Pemberdayaan mahasiswa
Dari kesebelas agenda tersebut dirangkum dalam 3 tahap pelaksanaan yakni jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.bentuk-bentuk reformasi dibidang pendidikan yang lainnya adalah pola Bottom up, yang ternyata Bottom Up, harus diupayakan terealisasi, untuk menggantikan pola Top Down yang selama ini digunakan. Pemikiran semacam ini melahirkan pengelolaan sekolah yang berbasiskan kepada sekolah dan masyarakat (School Based Management), bahkan terus didorong penyelenggaraan pendidikan yang berbasiskan masyarakat (community based education).
Struktur kelembagaan yang sentralistik, sejalan dengan semangat ekonomi daerah maka diarahkan menjadi pengelolaan desentralistik (PP No.22/1999 tentang otonomi daerah) dibidang pendidikan hal ini membawa implikasi dengan diberdayakannya pemerintah daerah tingkat II untuk mengelola pendidikan baik dari segi sarana, keuangan dari SDM.hal ini dikembangakan dengan memberikan rangsangan dan kesempatan kepada putra-putra daerah yang memiliki potensi tinggi (local genius).
Dibidang peraturan perundangan, yakni UUSPN No.2/1998 harus diamandemen, antara lain mengenai Paradigma Penyelenggaraan pendidikan yang Ekslusif ke arah Inklusif, Pola Sentralistik harus dikembangkan ke arah Desentralistik, juga yang amat penting tentang kurikulum ketenagaan dan pembianaan, pengawasan serta pembiayaannya.khususnya tentang anggaran pendidikan harus masuk dalam UU Sisdiknas (Kompas 19 september 2001 hal:9)
Era kepemimpinan presiden Habibie tidak lama digantikan dengan Abdurrahman wahid. Era Abdurrahman wahid (Gusdur) adalah era yang penuh ketidakpastian, berkali-kali gusdur melakukan pergantian kabinet. Di bidang pendidikan tidak terlalu banyak prestasi yang diraih, kecuali mengganti nama Departemen Pendidikan Kebudayaan (Depdikbud) menjadi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan adanya kenaikan gaji pokok PNS yang cukup signifikan.kekurangannya BBM dan niali rupiah terhadap Dolar Amerika sangat rendah.
Sebenarnya sektor pendidikan menjadi tumpuan harapan dan memiliki peran strategis dan fungsional dalam upaya membangun dan meningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan sebenarnya selalu didesain untuk senantiasa berusaha menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan. Tetapi pada kenyataannya, kondisi “pendidikan kita masih melahirkan mismatch yang luar biasa dengan tuntutan dunia kerja. Kondisi seperti ini juga berarti bahwa daya saing kita secara global amat rendah [Suyanto dan Hisyam,2000:3].
a)     Ekses Produk Pendidikan Orde Baru
Apabila kita direnungkan kondisi sekarang ini, dengan munculnya kekerasan, masyarakat bertindak menghakimi sendiri, dan berbagai macam bentuk perilaku kekerasan, menggambarkan bangsa ini sedang sakit. Nampaknya ada sesuatu yang “salah” dari reformasi, apakah sistem pendidikan yang “salah” karena hanya “membentuk” manusia-manusia yang tidak “mampu”, [Salahuddin, 1998:303), menjadi beban, dan brutal, ataukah merupakan ekses dari kebijakan dan paraktik pendidikan dimasa "rezin Orde Baru yang otoriter telah melahirkan sistem pendidikan yang tidak mampu melakukan pemberdayaan masyarakat secara efektif. Walaupun secara kuantitatif rezim ini memang telah mampu menunjukkan prestasi yang cukup baik dibidang pendidikan.
Dan patut diakui kemajuan-kemajuan pendidikan secara kuantitatif bisa kita rasakan selama Orde Baru [Suyanto dan Hisyam, 2000:5]. Namun keberhasilan kuantitatif ini, belum terlihat pemberdayaan masyarakat secara luas, sebagai cermin dari keberhasilan suatu sistem pendidikan, dan tidak pernah terjadi. “Mengapa demikian? Karena Orde Baru, setelah lima tahun pertama berkuasa, secara sistematis telah menyiapkan skenario pemerintahan yang memiliki visi dan misi utama untuk melestarikan kekuasaan dengan berbagai cara dan metode.
Akibatnya, sistem pendidikan kemudian dijadikan sebagai salah satu instrumen untuk menciptakan safetynet bagi pelestarian kekuasaan. Visi dan misi pelestarian kekuasaan itu,melahirkan kebijakan pendidikan yang bersifat straight jacket” [Suyanto dan Hisyam,2000:7]. Pendidikan produk Orde Baru belum bisa diharapkan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat, karena pendidikan yang berjalan pada masa Orde Baru dan produknya dapat dirasakan sekarang ini, sebatas pada sosialisasi nilai dengan pola hafalan, dan kreativitas dipasung. Menurut Tilaar, bahwa “sistem pendidikan nasional sangat erat kaitannya dengan kehidupan politik bangsa pada saat itu. Maka selama Orde Baru telah tercipta suatu hidupan bangsa yang tidak sesuai dengan cita-cita UUD1945.
Pemerintah Orde Baru yang represif telah menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang tertekan, tidak kritis, bertindak dan berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan yang hanya mengabdi kepada kepentingan sekelompok kecil rakyat Indonesia [Tilaar, 1999:4]. Patut diakui, bahwa produk pendidikan Orde Baru, masih berpengaruh sampai sekarang ini. Sedangkan kehidupan politik bangsa sekarang sudah mengalami perubahan yaitu memasuki era reformasi, sehingga paradigma yang digunakan pada era Orde Baru tidak dapat digunakan pada era reformasi, karena pada era reformasi menuntut kembali kedaulatan rakyat yang telah hilang. Sementara dalam usaha merubah kehidupan masyarakat, baik pada pola pikir, pandangan, dan tindakan masih menggunakan paradigma Orde Baru. Maka, pada era reformasi sekarang yang sedang bergulir ini, seharusnya pendidikan nasional dikembalikan kepada fungsinya yaitu memberdayakan masyarakat dengan mengembalikan kedaulatan rakyat untuk membangun dirinya sendiri.
“Pendidikan nasional perlu direformasi untuk mewujudkan visi baru masyarakat Indonesia yaitu suatu masyarakat madani Indonesia” [Tilaar, 1999:4]. Hal ini, juga terjadi pada pendidikan Islam, karena pendidikan Islam mempunyai kedudukan yang sama dalam sistem pendidikan nasional Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk itu, pendidikan Islam harus diupayakan untuk direformasi, karena posisi pendidikan sebagai sub sistem pendidikan nasional tidak terlepas dari kehidupan politik bangsa yang sedang mengalami perubahan.
b)     Langkah untuk Reformasi Mencermati Kondisi Sekarang
Pada kondisi ini apa yang perlu dilakukan, nampaknya hal yang urgen adalah kita harus menyusun langkah-langkah untuk reformasi pendidikan dan harus melepaskan diri dari paradigma Orde Baru, karena pola pikir kita, pandangan, bertindah dan berbuat sekarang ini masih menggunakan paradigma produk pendidikan selama era Orde Baru.
Maka “untuk menghapuskan ciri dan ekses negatif proses dan hasil pendidikan selama Orde Baru, pemerintah sekarang perlu dengan sadar mengambil berbagai kebijakan reformasi secara substansial, dan kebijakan tersebut perlu memperhatikan berbagai persoalan yang sedang dan akan dihadapi oleh bangsa ini [Suyanto dan Hisyam, 2000:8).
C.   Tokoh – tokoh pendidikan Zaman Orde Baru sampai Reformasi
Semangat bergulirnya Pemikiran dari Tokoh Pendidikan Klasik
a)    Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro adalah Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yang banyak mengkonsep sistem pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan. Visi, misi dan tujuan pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantoro adalah bahwa pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat manusia secara universal. Sehingga mereka mampu berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang telah memiliki peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain.
Selanjutnya Ki Hajar Dewantoro juga menginginkan agar pendidikan yang diberikan kepada bangsa Indonesia adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu pendidikan yang dapat membawa kemajuan bagi peserta didik. Ungkapan ini merupakan respon dari adanya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada rakyat kita, yaitu pendidikan yang mengajarkan hal-hal yang sulit dipelajari tetapi tidak berfungsi untuk masa depan.
b)   K.H. Hasyim Asy’ari
Gagasan Hasyim Asy’ari adalah bahwa untuk berjuang mewujudkan cita-cita nasional termasuk dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah berupa organisasi pada tahun 1926 ia mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, dalam organisasi ini Hasyim Asy’ari berjuang membina dan menggerakkan masyarakat melalui pendidikan. Beliau juga mendirikan pondok pesantren sebagai basis pendidikan dan perjuangan melawan Belanda.
c)  K.H. Ahmad Dahlan
Selain itu, Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan dunia. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.
Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintahan itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk masuk. Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat al-Ra’d yang artinya: Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Sejarah sistem pendidikan di Indonesia pada masa reformasi diwarnai oleh keadaan politik dan ekonomi pada saat itu. Pada masa tersebut telah lahirlah Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah. Selain itu pada masa ini telah terjadi beberapa pergantian presiden yang menyebabkan pergantian nama dari Depdikbud menjadi Depdiknas.
Sejarah sistem pendidikan nasional pada masa reformasi diterapkan juga hingga sekarang yaitu dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi sebagai pemindah ilmu pengetahuan (Transfer of Knowledge) dari guru ke murid (top Down), tetapi juga berfungsi sebagai orang yang menanamkan nilai (values), membangun karakter (Character building) serta mengembangkan potensi besar yang dimiliki murid secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Afifuddin,2007. Sejarah Pendidikan. Prosfect: Bandung
Prof. Dr. S. Nasution, 1995. Sejarah Pendidikan Nasional. Bumi Aksara: Jakarta
http://khairuddinhsb.blog.plasa.com/2008/07/21/pendidikan-di-zaman-belanda/
Ary , Gunawan, kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,1986.
Djumhur, Sejarah Pendidikan, CV. Ilmu, Bandung.
H.A. Mustafa. AlyAbdullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Cet.I, Pustaka Setia, Bandung. 1998
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam.Cet. XI, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2011.
Djumhur,Sejarah Pendidikan, CV. Ilmu, Bandung, 1979
Dra.Zuhairini,dkk.,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Dirjend. Bimbaga Islam , Jakarta ,
1986Drs.Ary H. Gunawan, kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,1986,
Haryatmoko, “Menuju Orientasi Pendidikan Humanis dan Kritis”, dalam bukuMenemukan Kembali Kebangsaan dan Kebangsaan, (Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika, 2008)
Rianti Nugroho, Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008)
Kartini Kartono, Tujuan Pendidikan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Pradnya Paramita,  1997)
Somarsono Moestoko. 1986. Sejarah Pendidikan dari jaman kejaman. Balai pustaka. Jakarta.
Helius Sjamsuddin. 1993. Sejarah Pendidikan Di Zindonesia zaman kemerdekaan (1945-1950). Depdikbud. Jakarta.
Somarsono Moestoko. 1986. Sejarah Pendidikan dari jaman kejaman. Balai pustaka. Jakarta.
http://gracesmada.wordpress.com/mutu-pendidikan-indonesia/
Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia. (Jogjakarta: Ar Ruz, 2009)
M.C. Riklefs. 200. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. PT Serambi Ilmu Semesta.
Helius Sjamsuddin. 1993. Sejarah Pendidikan Di Zindonesia zaman kemerdekaan (1945-1950). Depdikbud. Jakarta.
Helius Sjamsuddin. 1993. Sejarah Pendidikan Di Zindonesia zaman kemerdekaan (1945-1950). Depdikbud. Jakarta
Sumarsono, Moestoko. 1986. Pendidikan Indonesia dari jaman ke jaman. Balai Pustaka: Jakarta
Helius Sjamsuddin. 1993. Sejarah Pendidikan Di Indonesia Zaman Kemerdekaan (1945-1950).Departeman Pendidikan Dan Kebudayan: Jakarta
sumber : http://omkacili.blogspot.com/2011/05/sistem-pendidikan-indonesia-pada-masa.html
ü  http://gracesmada.wordpress.com/mutu-pendidikan-indonesia/
ü  http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2252&option=com_content&task=view
ü  http://www.scribd.com/doc/67125382/Reformasi-Pendidikan-Suatu-Keharusan
ü  http://re-searchengines.com/nurkolis2.html
ü  http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama.html
ü  http://www.scribd.com/doc/45401755/Kebijakan-Pendidikan-Era-Reformasi
ü  http://didik.blogsome.com/2008/02/19/problem-pendidikan-di-era-reformasi/
ü  http://aanchoto.com/2010/06/landasan-historis-kependidikan-di-indonesia/
ü  http://sanaky.com/wp-content/uploads/2009/02/reformasi_pendidikan_suatu_keharusan.pdf
ü  http://aanchoto.com/2010/06/landasan-historis-kependidikan-di-indonesia/
ü  http://sanaky.com/wp-content/uploads/2009/02/reformasi_pendidikan_suatu_keharusan.pdf
ü  Dra. Sri Martini Meilanie, Mpd. Pengantar Ilmu Pendidikan (2010). Universitas Negeri Jakarta